Resensi Film: “Left Behind”, Berpalinglah kepada Tuhan Sebelum Selamat

AGNOTISISME alias tidak peduli apakah Tuhan itu ada atau tidak tengah menggelayuti masyarakat  Amerika Modern. Cameron “Buck” Williams (Chad Michael Murray) –wartawan investigatif— terpaksa menahan diri tak bisa marah dan merasa keki, ketika di terminal bandara tiba-tiba disemprot perempuan hanya karena tidak ‘percaya’ sama Yesus Kristus. Begitu pula Chloe Steele (Cassi Thomson) harus uring-uringan melawan bundanya Irene Steele (Lea Thompson), hanya karena dia tidak ‘sealiran’ dengan keyakinan ibunya yang beriman.
Kedua orang muda Amrik ini masuk dalam pusaran persoalan keluarga Steele dimana hubungan suami-istri antara Rayford Steele (Nicholas Cage) dengan istrinya Irene sering diwarnai ketidakakuran. Kedua orangtua Chloe ini serasa hidup di sebuah kapal dengan misi pelayaran berbeda. Satunya ingin ke kanan, satunya lagi ingin ke kiri. Pangkal musababnya antara lain beda ‘keyakinan.
Percaya dan tidak percaya
Irene rajin membaca KS dan tiada absen pergi ke gereja setempat bersama Raimy, anak lelakinya yang tak lain adik kandung Chloe. Kepada suaminya Ray, Irene sering membombardir dengan pertanyaan bahwa sekali waktu –ketika Tuhan menunjukkan kekuasaan-nya—maka isi dunia akan porak-poranda dan jutaan manusia akan hilang ‘ditelan’ bumi. Entah kemana.

Jauh dari panggang api, kotbah harian itu tidak mempan di hati Rayford Steele, seorang pilot penerbangan sipil dengan kualifikasi kapten. Bahkan, di hari HUT-nya pun ia malah berkelit tidak bisa menghindar dari tugasnya sebagai pilot: harus terbang sesuai jadwal tugas. Padahal, sejatinya dia  tidak mau menikmati hari keluarga itu hanya bisa memuaskan hasratnya bersama dewei pujaan hatinya: Hattie Durham (Nicky Whelan), pramugari yang menjadi teman kencannya.
Khusus untuk penerbangan istimewa ke London ini, mereka berdua sudah berencana kencan bermabuk asmara di stadion dan menonton pertunjukan music U2. Inilah yang membuat Chloe –anak muda yang tak peduli Tuhan itu ada atau tidak—menjadi kecewa sekaligus berang. Ia sengaja datang dari jauh guna bisa menghadiahi sesuatu untuk ayahnya, namun Rayford lebih memilih terbang untuk diam-diam bisa mengencani pramugari yang semlohai ini.
Sebelum selamat
Nah, seperti sering dikatakan pastor di mimbar kotbah yang suka bicara ‘bertobatlah sebelum ajal’, maka film dengan judul agak lebay Left Behind ini justru menawarkan konsep ‘pertobatan’ berbeda: Berpalinglah kepada Allah sebelum selamat.

Sang jurnalis idealis yang ikut dalam penerbangan Kapten Rayford Steele menuju London masuk dalam atmosfir ‘metanoia’ ini. Bertemu dengan para penumpang yang aneh-aneh, dirinya teronggok dalam sebuah pertanyaan besar. Dalam faktisitas yang tidak bisa dia pilih sendiri –ketika pesawat dihempas kekuatan tak terdeteksi dan sebagian penumpang tiba-tiba hilang– ia hanya bisa pasrah. Pun pula, Kapten Rayford yang tiba-tiba tersadarkan bahwa inilah saatnya ‘berpaling kepada Tuhan’ sebelum akhirnya Tuhan menampakkan kekuasaannya.
Di daratan, Chloe juga dibuat kelimpungan ketika tiba-tiba Raimy adiknya hilang tanpa bekas. Pun pula ratusana orang di New York juga dilihatnya hilang dan hanya meninggalkan sejumput baju atau benda-benda yang barusan mereka pegang. Kekisruhan terjadi dimana-mana.
Absurditas terhampar di muka Chloe, ketika mendapati rumahnya kosong dan ibunya pun lenyap.Pak Pendeta yang sering menjadi rujukan iman ibunya hanya duduk terbengong-bengong menangisi hal-hal yang juga tak dia mengerti.
Tiba-tiba Kapten Rayfoord Steele terhenyak, ketika dia menemukan teks perikop Kitab Suci yang bicara tentang kekuasaan Tuhan atas manusia dan alam semesta. Nukilan itu dia dapat dari dompet pramugari yang juga hilang tanpa bekas. Naas ini sering menjadi omongan Irene Steele, istrinya, namun justru yang tak pernah dia gubris karena dia masih ingin meneruskan affair-nya dengan Hattie, baik di udara maupun di darat.
Buck –sang wartawan pun—dibuat ‘sadar’ bahwa di luar sana ada kekuatan dahsyat yang dia tak bisa kuasai dan terangkan dengan kalimat-kalimat penuh makna. Ia hanya bisa terbungkam dan mahfum. Singkat kata, Chloe justru menjadi penyelamat ketika berhasil menemukan lokasi bandara alternatif bagi pendaratan darurat pesawat jumbo yang dikemudikan ayahnya. Dan semua penumpang yang selamat pun suka cita, ketika jumbo jet itu berhasil mendarat di sebuah jalanan umum tanpa cidera.
Rayford pun ‘bertobat’, menyesali masa lampaunya yang munafik dan diam-diam menjalin cinta di luar rumah bersama pramugari yang semlohai. Hattie sang pramugari hanya bisa kecut hati, setelah dia tahu bahwa ternyata sang kapten pilot ini sudah beristri dan beranak pula. Ray akhirnya berpaling kepada Tuhan, sebelum Tuhan menyelamatkan penerbangannya. Ia pun juga berdamai hati dengan putrinya Chloe, setelah istrinya Irene dan putra mereka Raimy hilang tak berbekas.
Tak ada yang istimewa dalam film anyar Left Behind ini, selain kita harus menemukan apa sih yang mau disampaikan sutradara pembesut cerita ini. Rasanya, kalau tidak mengaitkannya dengan perspektif agnostisisme di atas, film ini seperti kehilangan konteks dan bobotnya.***
Baca juga Resensi Film “Cold Eyes”, Perempuan Paling Jago Soal Rasa dan Kesetiaan

Popular Posts