Resensi Film: “The Frozen Ground”, Klimis tapi Ternyata Penjahat Kelamin, Pembunuh 30 Perempuan

DI rumah, Bob Hansen (Jack Cussack) adalah seorang bapak sayang keluarga. Wajahnya klimis, santun, dan baik hati. Namun, diam-diam dia menyimpan bara api yakni sisi kehidupan yang sangat kejam dan kelam: pemerkosa 30 perempuan dan kemudian membantainya dengan sadis di hutan belantara Alaska.
Orang takkan mudah percaya begitu saja, kalau Bob ternyata adalah seorang pembunuh berdarah dingin. Ia melepaskan mangsanya di tepi hutan setelah terlebih dahulu memperkosanya secara sadis dengan todongan senjata dan kemudian menembaknya jarak jauh. Singkat kata, Bob adalah psiko-maniak yang haus seks dan rela membayar apa saja demi hedonisme itu.
Status sosialnya di masyarakat membuatnya terpandang dan selalu lepas dari proses penyidikan polisi. Aparat penegak hukum sudah selalu ingin menjeratnya atas tuduhan penculikan gadis-gadis muda dan kemudian memperkosanya untuk selanjutnya membantainya di hutan. Namun, dia selalu bebas karena punya banyak alibi dan pengaruh di jajaran kejaksaan wilayah di Alaska.
Namun, itu tidak membuat detektif Jack Halcombe (Nicolas Cage) bergeming. Apalagi setelah tanpa sengaja dia bertemu dengan Cindy Paulson (Vanessa Hudgens), korban terakhir Bob Hansen yang berhasil melarikan diri setelah diperkosa dengan tangan diborgol di ruang bawah tanah.
Penjahat kelamin
Kisah memilukan ini difilmkan atas dasar kisah nyata. Adalah Cindy Paulson sendiri yang akhirnya buka suara mengisahkan sejarah pribadinya yang sangat kelam di Anchorage, Alaska agar jangan ada lagi perempuan muda menjadi korban kejahatan seksual penjahat kelamin bernama Bob Hansen.
Tentu tak mudah bagi Cindy buka suara, karena itu hanya akan mengorek luka lamanya sendiri.
Ia sudah menjadi korban kejahatan seksual pamannya sendiri sejak muda. Ia lahir dari rahim seorang ibu muda yang baru berumur 15 tahun ketika orok perempuan bernama Cindy keluar dari rahimnya. Maka, untuk mengelabuhi publik Cindy dipaksa memanggil ibu kandungnya dengan kata ‘kakak perempuan’.
Ketika masih sangat remaja, ia sudah menjadi pelacur jalanan karena situasi memaksa dia demikian. Sekali waktu, Cindy benar-benar jatuh ke dalam perangkap maut: melayani pria hidung belang sekaligus maniak seks pembunuh berdarah dingin yakni Bob Hansen.
Detektif Jack Halcombe memaksa diri untuk mengurungkan niatnya segera pensiun. Padahal waktunya hanya 2 dua pekan lagi, ketika dia bisa menanggalkan lencana dan badge kepolisiannya untuk kemudian bekerja di sektor swasta di bidang perminyakan.
Kasus pelik Cindy Paulson membuatnya berpikir ulang: kejahatan kelamin ini harus dihentikan agar jangan sampai ada korban selanjutnya.Untuk itulah, semua arsip lama kejahatan Bob didaur ulang, diperiksa satu per satu untuk menemukan ‘jejak’ kejahatan penjahat kelamin ini.
Memburu barang bukti
Hasilnya nihil. Jaksa wilayah Alaska tak mau memproses kasus lama ini karena kurang bukti. Itulah sebabnya, judulnya sangat simbolis The Frozen Ground karena untuk menjerat Bob Hansen ke delik pengaduan kejahatan berupa perkosaan dan pembunuhan, polisi kurang barang bukti. Barang bukti inilah teka-teki yang harus dikuak detektif Jack Halcombe sebelum akhirnya Bob Hansen harus bebas karena waktu penahanan sudah habis. Tapi untunglah, saksi kunci Cindy Paulson –setelah berkali-kali menolak bicara—akhirnya mau buka suara.
Ia membuka aibnya sendiri: sebagai korban perkosaan dan diperlakukan hina oleh Bob Hansen. Perkosaan itu terjadi ketika dia sedang haid. Bob memaksanya berhubungan seks tanpa kondom. Salah satu pengaman hanyalah tampon. “Dengan tampon itulah, saya bisa mendapatkan bukti kejahatan Bob karena di situ tertinggga spermanya,” kata Cindy galak.
Untunglah barang bukti yang satu itu tidak muncul di film yang menegangkan sejak awal, tanpa perlu harus mengumbar banyak kali tembakan. Ketegangan justru terbangun oleh dialog yang tajam serta kejelian membaca ‘peta situasi’ psike  Bob Hansen.
Beku membentur tembok
Film bertitel The Frozen Ground ini  sepertinya sudah  menemukan kebenarannya atas dua hal. Barang bukti susah didapatkan hingga proses penyidikan untuk bisa menahan Bob Hansen seperti kena tembok. Alibinya banyak dan dasar penyidikan menjadi ‘beku’ alias macet.  Yang kedua, penyidikan itu terjadi di Alaska –negara bagian AS di wilayah paling utara—mendekati Kutub Utara dimana yang ada hanyalah hamparan es dan salju abadi.
Peristiwa kejahatan yang terekam oleh The Frozen Ground itu terjadi pada tahun 1983. Itu adalah waktu dimana Alaska belum mengalami fenomena pemanasan global dimana bukit-bukit es berguguran jatuh ke lautan. Alaska adalah the frozen ground  bagi upaya penyidikan guna menjerat penjahat kelamin dan pembunuh berdarah dingin.
Namun, the Frozen Ground itu pun akhirnya menjadi leleh, setelah Cindy Paulson punya nyali bicara dan berkisah tentang masa lalunya yang sangat kelam. Hasilnya, Bob Hansen dipidanakan dan mendapat hukuman selama 400-an tahun, melebihi apa yang pernah dipikirkan oleh seorang jaksa penuntut umum mana pun.
Cindy Paulson akhirnya pergi meninggalkan Anchorage, Alaska dan pindah ke negara bagian lain di AS. Ia menikah dan punya tiga orang anak. Dan kisahnya membius banyak orang, ketika kisah kelam itu muncul dengan sangat bagus dan berkualitas di layar lebar dengan judul simbolis: The Frozen Ground.***
Baca juga Resensi Film: “Stolen”, Bahkan Perampok Kakap pun Punya “Nurani” tak Mau Obral Tembakan

Popular Posts