Sinopsis Novel: "AROK DEDES" (Karya: Pramoedya Ananta Toer, 1999)
Bila anda sudah mengenal
tetralogi Bumi Manusia atau tetralogi Buru karya Pramoedya, maka sebenarnya di
penjara Buru yang sama Pramoedya melahirkan tetralogi yang lainnya yang dimulai
dengan kisah Arok Dedes, Mata Pusaran, Arus Balik, dan Mangir.
Tetralogi pertama mengisahkan
pergulatan jaman kolonial abad ke 20. Tetralogi Arok Dedes mengisahkan intrik
intrik wangsa Isana - yang melahirkan raja Erlangga dan Jayabaya - pada era Ken
Arok.
Entah apa yang ada dalam benak
Pramoedya. Namun saya kurang setuju dengan pengantar oleh penerbit Lentera
dipantara yang mentamsilkan karyanya ini dengan kudeta merangkak. Bagi saya
kudeta merangkak hanya perang kata kata dari segerombolan jenderal tua terhadap
segerombolan jenderal tua lainnya.
Karya ini jauh mendebarkan.
Sepanjang buku, Pramoedya tak henti henti mengangkat pertentangan antar
pengikut Syiwa, Wisynu, Budha, dan pemuja arwah leluhur di Nusantara kala itu.
Ketika Raja Erlangga bertahta, beliau sebagai penganut Wisynu menyatakan bahwa
manusia boleh 'naik kelas' berdasar upaya upaya yang dicapainya, tidak hanya
melulu berdasar garis keturunan. Seorang sudra boleh menjadi akuwu ( Raja
bawahan) yang biasanya dimonopoli kaum satria. Titah ini bukan tanpa tentangan.
Kaum Brahmana yang menganut Syiwa praktis merasa menjadi termarjinalkan dengan
Magna Charta ala Erlangga ini. Dari situasi politik inilah Pram memulai
kisahnya.
Negeri Tumapel, dibawah kerajaan
Kediri ( 1185-1222). Yang berkuasa adalah akuwu Tunggul Ametung, seorang Sudra
yang menjadi akuwu dengan ototnya. Dan tentu saja menjadi otoriter. Tidak saja
kaum Sudra yang dilindasnya, bahkan berani menculik seorang brahmani, brahmana
perempuan yang bernama Dedes. Suatu yang dianggap pelecehan oleh para pengikut
syiwa. Para Brahmana yang diketuai Lohgawe merancang pembalasan.
Mulailah operasi pembalas
dendaman ini. Lohgawe mengangkat seorang muridnya yang paling berbakat, Arok.
Mula mula Arok menggoyang Tumapel dengan pemberontakan dengan di seluruh
negeri. Kala Tunggul Ametung mulai kepayaham, maka dia mencari bantuan kaum
brahmana sebagai pemegang otoritas keilmuan. Siapa lagi kalau bukan datang ke
Lohgawe sebagai yang paling mumpuni saat itu. Pucuk dicinta, ulam tiba. Segera
saja Lohgawe 'menyusupkan' Arok sebagai penyelamat negeri. Negeri memang segera
aman. Namun intrik intrik menjadi tak tertahankan di ibu kota Tumapel.
Situasinya menjadi rumit. Ada
Tunggul Ametung. Ada Arok dengan pasukannya yang sedang naik daun. Ada Brahmana
Belakangka, wakil Kediri di Tumapel. Ada Kebo Ijo perwira berani namun tolol
yang berambisi menjadi akuwu karena merasa lebih berhak akibat darahnya yang
berkasta satria. Ada Empu Gandring, pemilik pabrik senjata yang mempunyai
agenda meraih tahta juga. Ada Dedes yang berniat mengkhianati Ametung dan mulai
jatuh cinta pada Arok. Dan tentu saja Lohgawe sang king maker.
Begitulah Intrik intrik diakhiri
dengan terbunuhnya Ametung oleh Kebo Ijo dengan imimg iming cinta oleh Dedes.
Satu satu, Belakangka, empu Gandring mulai disapu. Tinggalah Arok yang
melenggang menjadi akuwu dan menikahi Dedes. Sebuah plot cerita yang rumit dan
mengaduk ngaduk emosi.
Ada catatan kecil : plot cerita
Pramoedya jauh berbeda dari versi umum dengan kisah pembuatan keris oleh empu
Gandring yang memakan korban sampai tujuh turunan. Saya akan sangat senang
kalau ada pembaca yang mengetahui kenapa sampai terjadi perbedaan versi itu.***
Baca juga Sinopsis Novel: "BUMI MANUSIA"
Baca juga Sinopsis Novel: "BUMI MANUSIA"