Resensi Film: "RIO 2" Sebuah Perayaan Warna, Nada dan Gaya ala Samba

IBUKOTA Brazil, Rio de Janeiro yang memiliki landmark Patung Yesus Kristus Sang Penebus di atas puncak bukit sekali lagi menjadi awal kisah petualangan spesies langka burung Macaw warna biru, bernama Blu beserta istrinya Jewel dan ketiga anaknya.
Blu, disuarakan oleh Jesse Eisenberg, dan keluarganya beserta kawan-kawannya di Rio 1, termasuk musuh bebuyutannya, kakaktua putih bernama Nigel, menjelajahi angkasa hingga ribuan kilometer untuk mencari kawanan Macaw terakhir di bumi di pedalaman hutan Amazon.
Petualangan ke Amazon didorong oleh keinginan Blu untuk membantu teman manusianya, Linda dan suaminya Tulio yang secara tidak sengaja menemukan sanctuary burung Macaw biru yang hampir punah di Amazon.
Petualangan menjadi seru karena munculnya para penebang hutan liar yang jahat dan tidak suka dengan kehadiran Linda dan Tulio, dalam menyelamatkan ekosistem hutan Amazon dari perambahan liar.
Di pedalaman hutan Amazon itulah justru istri Blu, Jewel disuarakan oleh aktris bermata indah Anne Hathaway, menemukan ayahnya dan keluarganya yang telah terpisah sejak lama. Kisah petualangan yang berujung reuni keluarga itulah yang membuat film ini benar-benar cocok untuk ditonton seluruh anggota keluarga.
Penonton tidak hanya dibuat tertawa karena berbagai kelucuan berbagai karakter di film ini (sebaiknya tidak diceritakan supaya Anda tetap berkesempatan tertawa lepas ketika menonton sendiri), penonton juga dimanjakan visualisasi panorama hutan tropis Amazon dengan detil animasi ala Bluesky dibumbui selebrasi penuh warna warni yang apik ketika kawanan Macaw biru terbang dalam berbagai formasi diiringi rancak nyanyian ala karnaval khas Samba yang secara khusus menghadirkan penyanyi Bruno Mars yang memerankan Roberto, teman masa kecil Jewel yang romantis dan bersuara emas, serta Will.i.am sebagai kenari kuning bernama Pedro, untuk menambah daya tarik film ini.
Tak lupa, suasana demam Piala Dunia dimana Brazil menjadi tuan rumah tahun ini juga dihadirkan dalam ‘sepakbola udara’ nan seru.
Memang, film ini menjadi ‘sangat Brazil’ berkat sentuhan sutradara lokal Brazilia, Carlos Saldanha yang secara cerdas menerjemahkan kekayaan musik, tari, warna dan gaya Samba.
Saya tidak terlalu ingat Rio 1, tapi Rio 2 saya rasa akan bertahan lebih lama dalam ingatan saya karena faktor ‘feel good’ yang ditinggalkan.***
Baca juga Resensi Film: “Munich”, Mengejar Target Operasi tanpa Ampun

Popular Posts