Resensi Film: “San Andreas”, Misi Cinta Keluarga di Tengah Bencana Maha Dahsyat
KELUARGA adalah rumah terindah di dunia bagi para
anggotanya. Apakah ia seorang ayah, seorang ibu atau berperan sebagai
seorang anak di dalamnya. Keluarga yang harmonis tentu menjadi impian
semua orang di dunia ini; sehingga tidak berlebihan adanya bila ada yang
berujar demikian, “Surga itu ada di rumahmu.”
Ungkapan tersebut senada dengan kalimat ini: “Surga itu begitu dekat. Tapi, mengapa kita sibuk mengejar yang jauh?”
Pada tahun 2009 silam, film berjudul 2012 menjadi box office
di seluruh penjuru dunia. Film yang disutradarai oleh Roland Emmerich,
dengan sederet bintang ternama di antaranya John Cusack ini berhasil
menyedot perhatian banyak orang. Tema yang diangkat adalah tentang
‘kiamat’, yang sampai detik ini masih menjadi trending topik
dimana-mana.
Dalam sinema bertema bencana tersebut, tersebutlah seorang ayah
bernama Jackson Curtis (John Cusack) yang telah bercerai dengan
istrinya. Dikisahkan, mantan istri dan anak-anaknya kemudian tinggal
bersama dengan pacar baru istrinya.
Di bagian lain film digambarkan bahwa ramalan tentang kiamat 2012
mulai menjadi kenyataan. Sebuah retakan besar terbentuk di patahan
dataran San Andreas, California. Dalam situasi genting ini, Jackson
masih bertekad untuk menyelamatkan mantan istri dan anak-anaknya,
termasuk juga pacar dari mantan istrinya. Gambaran semangat, tekad dan
perbuatan terpuji dari seorang figur ayah bernama Jackson.
Melalui film besutan sutradara Brad Peyton, San Andreas yang
dibintangi oleh Dwayne ‘The Rock’ Johnson, situasi serupa tapi tak sama
kembali dihadirkan dengan konsep yang lebih matang. Adalah Dwayne
Johnson yang berperan sebagai Ray Gaines, seorang suami yang harus
bercerai dengan istrinya Emma (Carla Gugino), karena kehadiran orang
ketiga dalam rumah tangga mereka.
Selain Dwayne Johnson, film San Andreas juga dibintangi oleh Paul Giamatti dan Kylie Minogue. Sementara, sutradara Brad Peyton pernah bekerjasama dengan Dwayne di film Journey 2: The Mysterious Island (2012).
Ray Gaines adalah anggota tim Fire Department, sebuah lembaga
penyelamat di kota Los Angeles. Akting dan penampilan Ray sebagai
seorang pilot helikopter terlihat meyakinkan pun mengundang decak kagum.
Dengan dukungan efek CGI yang andal, film berdurasi 114 menit ini mampu
menggiring perasaan penonton kepada suasana bencana alam mahadasyat,
ngeri dan mencekam.
Tragedi kemanusiaan vs tragedi keluarga
Di dunia ini, mungkin tidak banyak figur seperti Ray Gaines. Meskipun
pernah mengalami kekecewaan akibat kekisruhan dalam keluarganya yang
berakhir dengan perceraian, Ray tetap mempunyai ‘hati’ untuk mantan
istri maupun anaknya (Blake Gaines diperankan artis cantik Alexandra
Daddario). Hal itu dibuktikan Ray dengan sungguh-sungguh, manakala
dirinya mempertaruhkan nyawa demi dapat mengumpulkan kembali mantan
anggota keluarganya tersebut: menjadi ayah sejati.
Guncangan gempa bumi berkekuatan 9 skala richter yang berhasil
memporak-porandakan California tidak membuat nyali Ray ciut. Meski
korban jiwa berjatuhan di mana-mana diantara puing-puing bangunan yang
runtuh, Ray tetap tegar dan bersemangat menjalankan misi kemanusiaan
sekaligus ‘misi cinta keluarga’ yang diembannya.
Tubuh kekar milik Dwayne Johnson cukup mewakili image tokoh
utama yang perannya sangat menonjol di film ini. Serta merta kita
diiingatkan kembali akan peran Dwayne sebagai The Scorpion King dalam The Mummy, The Mummy Returns dan The Scorpion King di era tahun 2000-an silam. Ia menjadi tokoh yang mendominasi hampir di sepanjang jalan cerita film-film itu.
Sepintas selalu konsep yang ditawarkan melalui film ini mirip dengan film 2012
yang sama-sama berkisah tentang retaknya mahligai rumah tangga akibat
kehadiran pihak ketiga. Pun latar belakang kejadian yang dihadirkan juga
sama-sama terkait dengan salah satu wilayah di California bernama San
Andreas. Meski begitu, sejak awal hingga akhir cerita, penonton tidak
akan kecewa karena disuguhi berbagai adegan bencana alam yang keren dan
bermutu, bak kejadian nyata sesungguhnya.
Memang, adegan bencana alam yang ditampilkan cukup dramatis dan
mengerikan. Namun pesan yang mau disampaikan melalui film ini sebenarnya
ingin mengetuk pintu hati dan kesadaran kita akan makna kehidupan
berkeluarga. Carut marut dan situasi porak-poranda yang menimpa banyak
keluarga, seharusnya tidak dijadikan alasan untuk memutuskan tali ikatan
batin yang telah diciptakan sebelumnya.
Rasa ego dalam diri yang berlebihan, pun diselimuti oleh kebencian
akibat percekcokan yang tak kunjung sirna, seringkali menjadi ‘alasan
klasik’ untuk melakukan pembenaran terhadap terjadinya kasus-kasus
perceraian yang marak terjadi hingga kini pun mungkin nanti.
San Andreas, film bergenre action dan drama, tidak
saja ingin mengajak kita untuk menjelajahi suasana bencana alam
mahadasyat sebagai tragedi kemanusiaan yang melanda hamparan bumi yang
mahaluas ini. San Andreas pun hendak membawa kita untuk melihat
ke dalam pengalaman kehidupan berkeluarga kita masing-masing, yang
semoga tidak pernah dan tidak akan pernah mengalami tragedi yang
memilukan.***
Baca juga Resensi Film: “Spy”, Gado-gado Kepruk dan Canda Berkwalitas
Baca juga Resensi Film: “Spy”, Gado-gado Kepruk dan Canda Berkwalitas