ANAK-ANAKAN TIMUN
Pepatah Jawa di atas
secara harfiah berarti anak-anakan mentimun.
Secara luas pepatah ini
dapat diartikan sebagai orang tua yang “memakan” anak asuh atau siapa pun yagn
diakui sebagai anak. Hal semacam ini kerap kali terjadi di sekitar kita. Contoh
dari peribahasa ini misalnya ada sebuah keluarga yang tidak mempunyai anak atau
keturunan. Untuk itu mereka mengangkat anak asuh. Akan tetapi ketika anak asuh
tersebut remaja, maka anak asuh tersebut justru menjadi pelampiasan seksual
dari ibu asuh atau bapak asuhnya.
Anak-anakan dalam khasanah Budaya Jawa dapat diartikan sebagai boneka
atau anak kecil (anak-anak). Umumnya anak-anak atau boneka merupakan sesuatu
yang disayang, dirawat, dilindungi, digendong-gendong, dan sebagainya. Akan
tetapi karena anak-anakan itu terbuat dari mentimun, maka akhirnya justru
menggemaskan dan menimbulkan nafsu haus/lapar bagi yang memeliharanya sehingga
anak-anakan timun itu justru dikremusnya sendiri.***