Resensi Film: “Tomorrowland”, Indahnya Impian dalam Genggaman Masa Depan

HARAPAN selalu memberikan semangat kepada siapa saja untuk berani menghidupi hari ini sebagai ‘pilihan terbaik’ demi melangkahkan kaki ke masa depan; dengan tanpa melupakan masa lalu dalam balutan nuansa sejarah.

Film Tomorrowland produksi Walt Disney Pictures ini akan berbagi kisah unik dan fantastik tentang masa depan kehidupan manusia yang dipenuhi oleh harapan. Harapan untuk mengalami segala hal yang lebih baik dibandingkan masa lalu. Masa lalu yang telah menorehkan ribuan peradaban manusia di seantero belahan dunia.

“Imagine a place that anything is possible” adalah tagline yang hendak diusung oleh film sci-fiction besutan sutradara Brad Bird, yang pernah menyuguhkan karya sineas terbaiknya melalui film The Incredibles dan Mission Impossible: Gost Protocol beberapa tahun yang lalu.

Untuk menampilkan gambaran masa depan yang penuh imajinatif secara maksimal di film ini, Walt Disney menggandeng Claudio Miranda untuk mengerjakan efek sinematografinya. Sebelumnya, Claudio Miranda dikenal berkat kesuksesannya meraih 14 piala untuk hasil karyanya di film bergenre sci-fiction dengan titel Life of Pi, termasuk Piala Oscar.

Jetpack
Kisah dalam film ini diawali dengan kehadiran seorang anak kecil bernama Frank Walker (Thomas Robinson) di acara Pameran Dunia di kota New York tahun 1964. Dalam acara bergengsi tersebut, Frank mengikutsertakan “jetpack” (mesin jet punggung) hasil temuannya. Meskipun jetpack hasil karyanya tidak berfungsi sesuai harapan, namun Frank tetap ingin agar kerja kerasnya tetap dihargai. Akibat gagal berfungsi, temuan Frank ditolak oleh juri. Di saat inilah Frank kecil dipertemukan dengan seorang gadis sebaya bernama Athena (Raffey Cassidy). Tanpa diduga, gadis itu menyerahkan sebuah pin ajaib yang kelak akan menghantarkan Frank ke dunia lain yang bernama Tomorrowland.

Ritme dan jalan cerita film selanjutnya akan membawa kita ke masa kini dan kita akan dipertemukan dengan tokoh lain bernama Casey Newton (Britt Robertson). Casey diceritakan tengah mengalami kekecewaan mendalam. Casey kecewa pasca ayahnya menganggur, akibat NASA menghentikan projek penerbangan angkasa luarnya. Dalam situasi ini, Casey pun menerima pin ajaib serupa yang dapat menghantarkannya ke dunia impian penuh warna bernama Tomorrowland.

Selain menampilkan aktris berbakat Britt Robertson, di film ini kita juga akan menyaksikan akting aktor George Clooney yang pernah memerankan tokoh Batman dalam Batman & Robin (1997). Di film ini ia memerankan mantan bocah jenius bernama Frank Walker. Frank berusia paruh baya dipertemukan dengan tokoh Casey. Chemistry kedua tokoh pun dibangun dengan sangat apik berkat kekecewaan masa lalu, impian yang sama tentang masa depan dan kepemilikan “pin ajaib” di tangan masing-masing.

Tomorrowland dilukiskan sebagai dunia masa depan yang penuh harapan. Teknologi maju dan canggih karya manusia telah mampu melahirkan peradaban baru yang menakjubkan. Lihatlah, gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, hingga transportasi antar galaksi tersaji di depan mata. Semuanya menjadi pilihan yang tampak sempurna dibanding masa lalu peradaban bumi yang usianya kian menua.

Pada bagian film yang lain, kita akan menyaksikan gambaran Tomorrowland yang berbeda. Bagai sebuah proyek pembangunan yang gatot (gagal total), kini dunia penuh impian itu pun sunyi sepi tanpa penghuni. Dalam kesempatan yang sama pada dimensi waktu yang lain, dunia masa kini pun sedang diambang kehancuran atau kiamat massal. Fenomena perang, bencana alam yang datang silih berganti menerjang hamparan bumi, eksploitasi alam yang membabi buta, hingga fakta kelaparan yang mewabah di banyak belahan dunia menjadi potret nyata yang hendak membawa kita pada sebuah pertanyaan skeptis, “Mungkinkan dunia yang kita impian dapat terwujud setelah semuanya itu berakhir?”

Melalui film Tomorrowland yang berdurasi 130 menit, sutradara Brad Bird dan penulis skenario Damon Lindelof ingin membawa kita untuk menyusuri keindahan masa depan manusia yang penuh akan harapan.
Tentu semua harapan itu selalu mempunyai kemungkinan untuk terwujud, asalkan situasi dan keadaan bumi dikondisikan ideal: jauh dari perusakan alam, peperangan, eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, kelaparan, hingga sakit penyakit yang dapat menjadi faktor penentu yang menyebabkan peradaban dan kehidupan di muka bumi musnah tanpa jejak.***
Baca juga  Resensi Film: “San Andreas”, Misi Cinta Keluarga di Tengah Bencana Maha Dahsyat

Popular Posts