Resensi Film: “Beauty and the Beast”, Hidup untuk Sekuntum Mawar


ALUR kisah film Beauty and the Beast (bahasa Perancis: La Belle et la Bête) yang saat ini sedang tayang di bioskop memiliki jalan cerita yang agar berbeda dengan film berjudul serupa yang dibuat dalam versi animasi oleh Walt Disney tahun 1991 silam. Film Beauty and the Beast kali ini dibuat berdasarkan dongeng tradisional karya Gabrielle-Suzanne Barbot de Villeneuve.

Prolog cerita diawali dengan munculnya dua anak kecil yang sedang duduk manis mendengarkan dongeng sebelum tidur dari ibunya. Dongeng diawali dengan peristiwa yang terjadi di Perancis pada tahun 1810. Dikisahkan ada seorang pedagang menduda (André Dussollier) yang terpaksa menjual rumah dan beberapa barang miliknya di kota, setelah kapal-kapalnya hilang di laut. Pedagang kaya itu pun akhirnya bangkrut dan memutuskan untuk hijrah ke sebuah rumah sederhana di pinggiran Perancis bersama dengan enam anaknya. Di antara keenam anaknya, terdapat seorang gadis berpenampilan sederhana bernama Belle.

Pada suatu ketika ayah Belle pergi ke pusat keramaian dan malam itu ia bertemu dengan komplotan yang dipimpin oleh Perducas. Keributan kecil terjadi manakala Perducas menagih hutang kepadanya. Ternyata, salah satu anaknya yang bernama Maxime terlibat hutang piutang dengan Perducas. Berkat bantuan pemilik sebuah kedai ramal, ayah Belle akhirnya berhasil menyelamatkan diri dari komplotan tersebut. Dengan memacu kudanya, ayah Belle menyusuri jalanan setapak yang menghantarkannya ke Hutan Ajaib.

Meskipun usianya sudah lanjut, namun ayah Belle bukanlah seorang penakut. Di Hutan Ajaib tersebut, ia bahkan memberanikan diri untuk memasuki sebuah istana antah berantah yang diliputi aneka misteri. Setelah makan aneka santapan yang sekonyong-konyong tersedia di depan mata, ayah Belle juga sempat mengumpulkan harta karun dan memuatnya di atas lapak kudanya.

Si Buruk Rupa
Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba ayah Belle berhenti saat menjumpai kerumunan tanaman yang aneh. Lembaran kuntum bunga mawar berhamburan menyapu wajahnya, hingga pada suatu ketika kedua matanya tertuju pada sekuntum mawar berwarna merah darah. Akibat terpesona oleh keindahan mawar itu, ayah Belle kemudian memetiknya. Tanpa disangka-sangka, tindakan sembrono ini kemudian membangkitkan amarah Si Buruk Rupa. Perjanjian di antara keduanya pun terjadi.

Ayah Belle kemudian diizinkan pulang kembali ke rumahnya, namun diharuskan kembali ke Hutan Ajaib untuk menjadi tawanan Si Buruk Rupa. Sesampainya di rumah, ayah Belle disambut dengan gembira oleh anak-anaknya. Berbeda dengan saudara-saudarinya yang lain, Belle justru menangkap isyarat lain dibalik cerita yang dituturkan ayahnya. Dalam hati Belle bertekad untuk menyelamatkan ayahnya. Bergegas Belle keluar rumah dan menaiki kuda yang semula membawa ayahnya ke Hutan Ajaib. Bayangan Belle segera menghilang di kejauhan.

Dengan cara yang ajaib, kuda itu pun akhirnya menghantarkan Belle ke istana Si Buruk Rupa. Di sini, Belle menjumpai berbagai hal aneh yang kemudian memancing rasa keingintahuannya. Saat perjumpaan pertama dengan Si Buruk Rupa memang sempat membuat Belle terperangah dan kaget; namun perasaan tersebut segera berlalu dan Belle mulai dapat membiasakan dirinya. Hari demi hari pun dilalui Belle dengan perasaan gembira. Dan di setiap tidurnya, Belle selalu bermimpi aneh. Mimpi-mimpi yang akhirnya membuka cakrawala berpikir Belle perihal identitas Si Buruk Rupa yang sebenarnya.

Film yang skenarionya ditulis oleh Christophe Gans dan Sandra Vo-Anh dan disutradarai oleh Christophe Gans ini memang patut dipuji dari sisi sinematografinya. Meskipun dibuat di Perancis dan Jerman, namun film ini menampilkan efek visual yang tidak kalah indah dengan film-film produksi Hollywood.

Meskipun saat ini baru tayang di bioskop Indonesia, namun film Beauty and The Beast ini sebenarnya telah dirilis di Perancis pada 12 Februari 2014 dan di Jerman pada 14 Februari 2014. Film ini pernah tayang dalam kompetisi Festival Film Internasional Berlin ke-64. Film ini juga dinominasikan untuk People’s Choice Award untuk Film Eropa Terbaik di Penghargaan Film Eropa ke-27 dan meraih tiga nominasi di Penghargaan César ke-40, serta memenangkan Rancangan Produksi Terbaik untuk Thierry Flamand.

Film dongeng ini mengandung banyak pelajaran berharga yang dapat kita terapkan dalam kehidupan nyata. Misalnya saja, pengorbanan Belle yang rela menggantikan posisi ayahnya untuk menjadi tawanan Si Buruk Rupa di Hutan Ajaib. Karena rasa cintanya yang begitu mendalam terhadap ayah kandungnya, Belle rela melakukan hal yang penuh resiko tersebut. Situasi ini kemudian menghadirkan rasa cinta Belle yang mendalam terhadap Si Buruk Rupa.

Nilai-nilai pengorbanan seorang Belle dengan semangat cintanya yang tulus dan suci, akhirnya menghantarkan Belle kepada kehidupan bahagia bersama Si Buruk Rupa yang akhirnya berubah menjadi Sang Pangeran (Le Prince) yang tampan.***
Baca juga Resensi Film: "The Forger", Cinta Sejati Sang Penjiplak

Popular Posts