ABANG-ABANG LAMBE



Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti merah-merah bibir.

Pepatah ini secara lebih luas ingin menyatakan bahwa merahnya bibir lebih banyak palsunya daripada asli atau kebenarannya. Hal didasarkan pada logika bahwa pada masa lalu merahnya bibir itu lebih banyak diakibatkan oleh dubang, yakni cairan merah yang keluar dari hasil aktivitas mengunyah sirih yang dilakukan tidak saja oleh kaum wanita namun juga oleh kaum laki-laki.

Cairan merah yang merupakan hasil aktivitas mengunyah sirih ini kalau zaman sekarang berefek seperti lipstick. Cairan ini memberikan warna merah di bibir sehingga menutup warna asli dari bibir. Merah yang diakibatkan oleh dubang atau lipstick ini memang secara visual lebih menampakkan atau memberikan efek segar, cantik, atau mempesonakan. Akan tetapi semuanya itu palsu atau tidak asli sesuai dengan warna bibir sesungguhnya.

Pepatah itu ingin mengajarkan agar orang jangan hanya suka mendengarkan manisnya omongan dari bibir orang lain yang belum tentu sesuai dan kenyataan yang sesungguhnya. Jangan hanya senang dipuji-puji yang kemungkinan besar pujian itu palsu atau tidak senyatanya. Praktik abang-abang lambe sering digunakan oleh bawahan kepada atasan atau dari orang yang dikuasai kepada penguasanya agar sang penguasa atau pemimpin senang hatinya. Pendeknya, abang-abang lambe sering dipraktikkan untuk ABS (asal bapak senang). Kadang-kadang abang-abang lambe juga dipraktikkan hanya untuk basa-basi.***

Popular Posts