Resensi Film: “Still Alice,” Rumah Sakit Terbaik adalah Keluargamu

SEMUA yang telah saya kumpulkan dalam hidup saya, semua itu perlahan-lahan tengah mulai menghilang jauh dari hidup saya… Bisakah kalian bayangkan bahwa perilaku dan sikap kita telah mengubah persepsi orang lain tentang diri kita? Sementara kita sendiri melihat diri seolah-olah gila, tak bisa apa-apa, lucu.
Sebenarnya itu bukan diri saya tetapi ini adalah penyakit yang sedang saya kandung… Tolong jangan dianggap kalau saya sedang menderita. Saya tidak sedang menderita, melainkan saya sedang berjuang. Saya berjuang untuk menjadi bagian banyak hal.”
Demikian pidato singkat dari Dr. Alice Howland (Julianne Moore), professor linguistik ternama dan brilian dari Universitas Colombia. Semua yang hadir dalam konferensi tersebut memberi standing ovation atas pidato Prof. Alice.

Hidup yang menghilang
Pidato itu adalah ungkapan Alice tentang kenyataan dirinya yang perlahan-lahan digerogoti oleh penyakit Alzheimer.
Alzheimer terkait dengan kehilangan daya ingat dan kemampuan intelektual seseorang. Penyakit ini memiliki faktor genetik, artinya kemungkinan dapat diturunkan. Orang yang terkena penyakit ini tentu akan memiliki kelakuan yang berbeda mengingat memorinya tidak mampu mengkonsepkan maksud atau tidak dapat menyimpan lokasi tertentu. Akibatnya jelas orang akan kehilangan orientasi.
Seperti halnya Alice yang masih berusia 50 tahun itu. Ia mendapatkannya dari ayahnya. Perlahan-lahan ia kesulitan mengingat istilah-istilah yang dipakainya dalam dunia linguistik. Ia kehilangan peta dimana kamar mandi berada. Ia mendadak lupa dengan agenda hariannya. Ia tidak mampu mengingat bahwa gadis di hadapannya adalah anak kandungnya.
Semuanya membawa konsekuensi: Alice pun melepas jabatan di dunia akademi, peran ibu rumah tangga, dan hubungan dengan banyak orang. Sampai-sampai ini membuatnya frustasi dan hampir bunuh diri.

Rumah untuk yang sakit
Bersyukurlah bahwa Alice masih memiliki suami John Howland (Alec Baldwin) yang setia dan penuh kasih untuk mengerti, mengurus dan membimbingnya. John berusaha untuk tegar menghadapi hal ini.
Ini tentu sulit baginya, mengingat sebelumnya Alice merupakan ibu yang terampil dan hampir semua urusan rumah tangga ditanganinya.
Namun ketika Alice didiagnose mengalami Alzheimer, John mulai belajar mengambil apa yang biasa istrinya lakukan: membuatkan sarapan, mengingatkan jadwal, sampai urusan pribadi memakai pakaian.
Bersyukurlah pula bahwa Alice memiliki tiga anak yang bisa memahami dan mau mengerti keadaannya. Memang, mulanya Anna ( Kate Bosworth) agak menolak keadaan tersebut. Namun seturut perjalanan waktu, ia akhirnya menerima dan mencoba untuk membangun relasi dengan mamanya.
Sedang Lydia (Kristen Stewart) ditampilkan sebagai anak yang akhirnya mendedikasikan waktunya untuk menemani mamanya. Ketika ia tidak serumah, skype lah yang selalu membuatnya dan mamanya terhubung. Kemudian ia pindah tinggal di rumah orang tuanya. Sungguh kebersamaannya menjadi waktu-waktu yang indah antara mereka.
Di kala masih belum begitu parah mengidap penyakit Alzheimer, ia malah sempat melakukan survei ke panti jompo. Namun keluarganya rupanya telah mampu menjadi rumah baginya. Keluarga telah menjadi lingkungan yang mampu mengertinya. Keluarga telah memberi ruang untuk dirinya.
Maka benar kalau kisah film ini sendiri merupakan suatu kisah yang berharga bagi setiap keluarga. Keluargalah yang akhirnya menjadi rumah bagi anggotanya yang mengalami keadaan seperti Alice.
Semua perhatian yang diberikan keluarga tak bisa dirumuskan kecuali dengan satu kata: Cinta. “LOVE” itulah yang diucapkan oleh Alice setelah mendengarkan bagian drama yang dibacakan oleh Lydia dalam Angels in America.
Film Still Alice memang layak untuk mendapatkan penghargaan seperti dari Oscar dan Golden Globe. Dan ini tidak lepas dari acting Julian Moore yang begitu mengagumkan. Selain itu, permainan para aktor dan aktris dalam film drama ini memang sangat bagus.***
Baca juga Resensi Film: "Focus" Penipu Yang Tertipu Lantaran Mulai Tak Fokus

Popular Posts