Resensi Film: “Night at the Museum”, Mengembalikan Lempeng Emas kepada Yang Berhak

SETELAH The Hobbit: The Battle of the Five Armies menutup trilogi film The Hobbit yang merajai layar lebar beberapa pekan lamanya, kini telah muncul Night at The Museum: Secret of the Tomb dengan film terakhir triloginya pula.
Film pertama Night at The Museum ditayangkan pada 2006, lalu yang kedua pada 2009. Para pemeran hampir semua masih bertahan seperti Ben Stiller, Robin Williams, Owen Wilson, ditambah beberapa bintang baru seperti Dan Stevens (serial TV Downton Abbey) dan Ben Kingsley (Gandhi, Schindler’s List, Hugo, Iron Man 3). Juga ada kemunculan cameo Hugh Jackman dalam film lawas tersebut.
Lempeng emas
Cerita kali ini berkisah tentang lempeng emas Firaun yang rupanya merupakan sumber keajaiban yang menghidupkan para ‘penghuni’ museum pada waktu malam. Lempeng emas tersebut tiba-tiba berkarat dan mempengaruhi kesadaran dari para mumi, patung, boneka, dan artefak lain yang terdapat di dalam museum New York tersebut. Pertunjukkan menarik yang mengundang decak kagum para donatur berubah menjadi kekacauan besar jadinya.

Maka dimulailah perjalanan ke London, Inggris untuk meminta bantuan Firaun yang muminya tersimpan di museum Inggris tersebut.
Segenap kekonyolan dan efek menarik terjadi ketika lempeng tersebut muncul disitu. Seperti Sir Lancelot yang hidup dalam dunia ksatrianya, binatang prasejarah yang mengejar Larry Daley (diperankan Ben Stiller) sang penjaga malam museum New York dengan teman-teman ajaibnya, sampai dioframa Kota Pompeii yang dimusnahkan letusan gunung berapi.
Apa yang menarik dari film ini?
Keluarga adalah yang utama
Film yang dirilis menjelang perayaan Natal 2014 ini kebetulan memiliki benang merah yang sama dengan tema Natal 2014 KWI dan PGI yaitu “Berjumpa dengan Allah dalam keluarga”. Pengorbanan tulus yang ditunjukkan para boneka museum New York untuk merelakan Pangeran Firaun dan lempeng ajaib bersatu dengan orang tuanya di Museum London persis menyiratkan pentingnya keluarga.

Ini merupakan pengorbanan besar. Itu karena tanpa lempeng emas itu, mereka hanyalah benda mati belaka. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Jedediah (diperankan Owen Wilson) ‘mereka menerima keadaan tersebut karena tujuan keberadaan mereka adalah untuk mengisi museum dengan harapan membantu pembelajaran para pengunjung yang datang’. Suatu kedewasaan mental yang dalam untuk sebuah miniatur koboi yang ceriwis.
Menarik juga melihat bagaimana perubahan Sir Lancelot (diperankan Dan Stevens), ksatria rekaan yang dimunculkan dalam karya Chrétien de Troyes di abad ke-12 berjudul Le Chevalier de la Charette.
Lancelot yang merupakan ksatria hebat Meja Bundar pada era Raja Athur tersebut awalnya tidak menyadari bahwa dirinya hanyalah sebuah legenda. Dia bertekad mewujudkan misinya menemukan Holy Grail untuk Raja Arthur. Ketika dia diberitahu bahwa dia hanyalah karangan seseorang, betapa terpukul hatinya dan merasa dunia perlu musnah bersamanya. Tetapi ketika melihat bagaimana kasih Larry terhadap Dexter, seekor monyet Capuchin, kemanusiaannya tersentuh dan dia kembali menjadi baik.
Maka semua berakhir baik. Termasuk Larry yang mendapat pelajaran berharga tentang cara mendidik anak remajanya yang ingin berpetualangan dulu sebelum melanjutkan pendidikannya.
Film yang menarik dan penuh humor ini bisa menjadi hiburan ringan bagi seluruh keluarga.***
Baca juga Resensi Film: "The Good Lie", Bolehkah Berbohong?

Popular Posts