Resensi Film: “The Dark Valley”, Dendam Pesakitan

 SAYA serasa dicemplungkan dalam sebuah misteri. Suasana dingin bukan hanya karena udara tetapi percakapan dan sikap kaku dari para pemain benar-benar memberikan tanda tanya atas jalan cerita selama 90 menit. Sepertinya sulit mendapatkan clue dari alur ceritanya. Maunya coba-coba untuk menarik hubungan antara tokoh dan peristiwa kematian beruntun, namun itu tidak mudah.
Film ini mengambil setting di sebuah desa di lereng gunung. Selama film berlangsung, warna gelap dari baju, bangunan, dan alam dikontraskan dengan putihnya salju. Hal ini semakin menciptakan nuansa adem dan kuno. Akibatnya kebekuan itu benar-benar bisa dirasakan oleh saya selama menonton film buatan Austria-Jerman.
Penuh misteri
Itulah kesan saya atas film The Dark Valley. Inti ceritanya sangat sederhana. Diceritakan Greider, pemuda Amerika dan dikenal sebagai tukang photo mendatangi desa di lereng sebuah bukit. Ia bermaksud untuk tinggal selama musim dingin datang. Lalu ia menumpang di rumah janda bernama Gaderin yang ditemani oleh Luzi, anak putrinya.

Tidak jelas apa yang dilakukan oleh Greider selama di desa itu. Namun saat salju mulai menyelimuti desa, terjadilah peristiwa yang mengagetkan. Satu persatu anak dari Brenner meninggal dengan mengenaskan. Brenner dikenal sebagai dedengkot desa itu. Keenam anaknya juga kondang sebagai tukang mabuk dan pengacau di desa. Warga desa takut kepadanya.
Hingga suatu hari terjadi pernikahan antara Luzi dengan calonnya. Namun pernikahan itu dirusak oleh perilaku anak-anak Brenner. Bahkan Luzi diculik oleh mereka. Di situlah Greider tampil untuk menyelamatkan Luzi ketika semua warga membeku, berdiam diri atas semua kelakuan yang terjadi. Greider pun berhasil menghabisi keluarga Brenner.
Ketika Greider menemui Brenner, saya baru tahu ada apa di balik semua kejadian yang terjadi dalam film ini. Di bagian itulah penonton bisa memahami misteri yang terjadi di desa itu.
Balas dendam
Satu hal yang sangat saya ingat dari The Dark Valley ialah balas dendam. Kedatangan Greider dari Amerika, menjelah ribuan kilometer tujuannya jelas, menuntut balas atas kematian ayahnya yang telah disalibkan oleh Brenner. Semua bermula dari desa di lembah gunung itu.

Film ini tidak memberikan sisi kematangan diri sang jagoan. Greider dianggap jagoan karena darahnya mendidih oleh kemarahan bukan oleh keberpihakannya pada kebenaran. Ia juga seolah menjadi problem solver di desa yang lama dibelenggu oleh keluarga Brenner. Namun senyatanya Greider sibuk dengan urusan pribadinya untuk menyelesaikan dendamnya.
Bila tidak berhati-hati, penonton akan keliru dalam penilaian. Karena senyatanya melalui film ini saya belajar bahwa tidak selalu mereka yang tampil sebagai jagoan ternyata adalah orang yang berdiri untuk orang lain dan menjunjung kebenaran. The Dark Valley dengan bagus memberi pelajaran bahwa seorang yang dipenuhi oleh kemarahan dan selfish bisa saja tampil seolah-olah menjadi jagoan. Padahal ia itu pesakitan.***
Baca juga Resensi Film: “By the Gun,” Senjata dan Hasrat Pemenang

Popular Posts