Resensi Film: “Dracula Untold”, Kejamnya Dracula tak Sesedih Kisahnya

SOSOK manusia pengisap darah Dracula selalu saja identik dengan kuasa jahat, alam kegelapan dan haus darah. Ia harus selalu minum darah manusia –dengan cara mencengkeram leher orang dan kemudian menghisapnya—agar hidupnya tetap selamat dan eksis.
Singkat kata, dalam ingatan kita maka sosok Dracula dan juga ‘kembaran’nya Vampire adalah target perburuan manusia dan rohaniwan yang ingin memusnahkan kuasa kegelapan dan jahat dari muka bumi.
Manusia lalu mempersenjatai diri dengan salib, pedang, benda-benda berbahan baku perak, dan kalau bisa memulai perang melawan Dracula ketika matahari bersinar dengan garangnya.
Mahkluk berahklak
Padahal, sejatinya Dracula sebenarnya tidak sejahat seperti sejarah ingatan manusia tentang mahkluk penghisap darah segar ini. Setidaknya, demikian dalam film teranyar Dracula Untold, Dracula adalah sosok yang mesti dikasihani dan disayangi.

Inilah hal tersembunyi dalam diri sosok Dracula (Luke Evans) yang ingin ditampilkan Dracula Untold hasil besutan sutradara Gary Shore ini. Di sini, Dracula adalah pribadi  penyayang keluarga, sekalipun masa lalunya kelam karena menjadi mesin pembunuh tanpa ampun di barisan militer Kekaisaran Ottoman di Turki.
Ia terpaksa ‘dijual’ ke Turki oleh ayahnya sebagai tanda submisif kepada penguasa Ottoman ini. Begitu pulang kampung ke Transylvania dan menikahi Mirena (Sarah Gadon) dan memperanakkan Ingeras, ia mengubur masa lalunya yang penuh darah di Turki kala masih  menjadi perwira kepruk di barisan militer Ottoman. Ia meninggalkan baju zirahnya sebagai “Anak Naga” di sebuah biara di puncak perbukitan.
Ditangkap kuasa jahat
Namun, sejarah bicara lain. Gairah berkuasa Sultan Mehmed II (Dominic Cooper)  dari Turki memaksanya bertindak di luar nuraninya sendiri. Ia ‘berkoban’ mengabdi kepada kuasa kegelapan –mengunjungi Broken Tooth Mountain dan menemui Caligula yang sudah menjadi monster haus darah—demi bisa menyelamatkan anak-istrinya.

Jadilah, Pangeran Vlad III Tepes ini menjadi manusia ‘haus darah’. Ia menjadi monster dan yang menerima imbasnya adalah Caligula terlepas dari kutukannya. Sebaliknya, Vlad menjadi Dracula –Son of Darkness—karena hanya dengan minum darah segar manusia, maka dia bisa eksis.
Di ujung akhir cerita, ia terpaksa menghisap darah istrinya sendiri demi mempertahankan hidupnya dan mendapat kesempatan bisa menyelamatkan putra mereka. Namun, ketika semua anggota kekuasaannya berubah menjadi Vampire, justru nyawa Ingeras –anaknya sendiri—menjadi target penghisapan kelompok manusia penghisap darah.
Nah, di sinilah film Dracula Untold mulai bicara. Sebagai Pangeran Vlad, ia menyayangi Ingeras. Namun sebagai Dracula, Son of Darkness ia harus segera menyingkirkan Ingeras agar jangan sampai dia dan kawanan Vampire itu memburu Ingeras menjadi mangsanya.
Sebuah titik anti-klimaks yang menawan. Ada kalanya, demikian melawan kata orang bijak,namun kali ini l’histoire ne se répetes pas: sejarah tidak bisa berulang kembali.
Ingeras harus segera diungsikan oleh biarawan fransiskan bersenjatakan salib dan apa pun yang terbuat dari perak.
Kalau tidak, jangan salahkan Dracula alias Pangeran Vlad, karena demi eksistensinya sendiri Ingeras adalah makanannya.***
Baca juga Resensi Film: “Good People”, Perlukah Berbuat Benar?

Popular Posts