Resensi Film: “The 7.39”, Menjual Perselingkuhan

BAGI Anda penggemar film drama, khususnya romansa, The 7.39 bisa menjadi film yang menarik. Film ini bukanlah produksi Hollywood melainkan diangkat dari drama seri yang ditayangkan di TV BBC One, Inggris.
Film yang diproduksi pada Januari tahun ini menampilkan David Morrissey sebagai Carl Matthews, lelaki berkeluarga dengan 2 anak yang telah remaja dan Sheridan Smith sebagai Sally yakni janda yang tengah bertunangan.
Terjebak di commute
Setting yang diambil ialah kehidupan para commuter. Digambarkan bahwa saban pagi para commuter mesti berburu commute menuju tempat kerja di London. Ini mengingatkan penulis akan kehidupan para commuter di wilayah Jabotabek.

Mereka umumnya memiliki keteraturan waktu. Jadual keberangkatan haruslah tetap. Kendati setiap 5 atau 10 menit tersedia kereta untuk tujuan yang sama, perubahan waktu akan menyebabkan rantai persoalan, entah tentang ketidakbiasaan maupun jam mulai kerja di kantor.
Dengan lain kata, para commuter ini harus setia kepada commute langganannya. Bahkan nomor gerbong yang mesti mereka naiki.
Cerita film ini berangkat dari situasi tersebut. Carl bertemu dengan Sally di kereta yang membawa mereka pergi – pulang kerja bersama.
Carl Matthews yang bekerja untuk perusahaan properti bertemu dengan Sally yang bekerja di pusat kebugaran.
Tanpa dinyana, pertemuan rutin itu menciptakan rantai hubungan yang rumit dari keduanya. Affairantara Carl dengan Sally akhirnya terjadi.
Sejak awal affair, keduanya sebenarnya telah mengendus ujung petualangan mereka di kelak kemudian hari, yakni hancurnya rumah tangga Carl dan rusaknya kepercayaan antara Sally dan tunangannya.
Namun (selalu) kisah affair ini sulit untuk diakhiri, sampai suatu saat, satu persatu persoalan berhamburan. Tak dapat ditutupi lagi Meggie (Olivia Colman) melihat dengan mata kepalanya sendiri Carl suaminya bersama Sally. Lagi-lagi, kisah percekcokan dan penelanjangan persoalan menjadi solusi untuk mengakhiri affair.
Menu dunia perfilman
Menyimak narasi film The 7.39, tema perselingkuhan dalam perkawinan bukan hal asing lagi. Menurut penulis, kisah film karya David Nicholls sih tidak terlalu fantastis. Sudah sangat sering tema ini dijual dalam film-film drama keluarga lainnya (khususnya sinetron).

Walaupun demikian tema ini menjadi tidak usang karena pada umumnya hal itulah yang selalu digeluti oleh para pasangan.
Justru dengan semakin sering disuguhkan tema ini, penulis melihat pentingnya setiap pasangan belajar dari pengalaman kejatuhan dalam membangun relasi. Secara lembut, The 7.39 selama 60 menit mengangkat kembali nilai utama dalam relasi: perjuangan kesetiaan dan pengampunan.
Secara padat gagasan ini diverbalkan oleh Meggie. “Tetapi karena aku punya keluarga maka aku tetap berusaha pada jalan perkawinan,” demikian kata istri Carl ketika mengetahui suaminya berselingkuh.
Film ini mengingatkan setiap pasangan agar menyediakan ruang untuk menarik diri dari rutinitas relasi. Setiap pasangan perlu untuk mengevaluasi relasinya, mengagumi pasangannya dan kembali menatap impian.
Selingkuh mungkin indah, tetapi mampu setia pada pasangan perkawinannya khususnya dalam kegaringan relasi itulah bukti cinta sejati. Keindahannya akan lebih sempurna dari perselingkuhan.***
Baca juga Resensi Film: “The Fault in Our Stars”, Tersenyum dalam Sakit

Popular Posts