Resensi Film: “Act of Valor”, Granat Manggis Menguji Keberanian US Navy SEALs

INGGRIS punya SAS (Special Air Service), Indonesia berbangga dengan Kopassus (Komando Pasukan Khusus), maka Amerika Serikat memiliki Navy SEALs—pasukan komando AL dengan kemampuan tinggi yang dapat diandalkan. Di beberapa front medan perang seperti di Irak maupun di Afghanistan, pasukan Navy SEALs sering kali diterjunkan di medan laga dengan tingkat kesulitan dan risiko tinggi, namun harus dilakukan untuk  bisa  membuka jalan (reconaissance) guna melancarkan serangan lebih massif yang dilakukan oleh pasukan lain.
Sudah barang tentu –sesuai namanya—Navy SEALs dianggap mumpuni untuk melakukan taktik perang di lautan (sea), udara (air) daratan (land). Kalau pun harus diterjunkan di medan perang, Navy SEALs biasanya ditempatkan di lokasi-lokasi yang membutuhkan kemampuan fisik yang prima, daya tahan psikologis tinggi, dan taktik perang jarak pendek yang jitu.
Itu memang khas Navy SEALs . Dalam film bertitel Act of Valor (Tindakan Berani) rupanya sisi-sisi heroisme anggota pasukan super elit US Navy inilah yang mau ditonjolkan oleh sutradara Mike McCoy bersama koleganya Scott Waugh.
Gembong narkotika dan arsitek bom bunuh diri
Setting untuk mempertunjukan kemampuan andal para anggota Navy SEALs ini berubah-ubah sesuai kebutuhan. Tiba-tiba saja sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah sekolah internasional di Manila dan menewaskan Dubes AS berikut anaknya di situ. Karenanya, sejumlah anggota Navy SEALs yang tengah menikmati liburan keluarga di sebuah pantai lantas dipanggil mendadak untuk sebuah misi pengintaian dan pembebasan di pedalaman hutan Costa Rica, Amerika Latin.
Misi ini punya target jelas: membawa hidup-hidup Morales –agen CIA undercover—yang ditawan oleh gembong narkotika bernama Mikhail “Christo” Troykovich yang berdarah Russia. Misi ke Costa Rica ini dilakukan, karena CIA meyakini ada kaitan antara bisnis narkotik skala raksasa namun ilegal yang dilakukan Christo dengan Abu Shabal, perancang bom bunuh diri yang meledak di Manila.
Shabal oleh dinas intelijen AS ditengarai sebagai aktor penting di balik aksi-aksi bom bunuh diri dengan target utama para personel diplomatik dan militer AS. Di Russia, Shabal juga terus diburu pasukan Russia karena menjadi “duri dalam daging” di negara bekas Uni Soviet ini lantaran perannya sebagai penggerak teroris Chechnya.
Bahkan, entah kenapa tiba-tiba saja Act of Valor ini juga menyebut Indonesia sebagai wilayah operasi Abu Shabal. Saya sampai tertawa sendiri ketika nama Indonesia disebut dalam film ini sebagai “negeri pengimpor” teroris pimpinan Shabal.
Misi bom bunuh diri
Usai misi di Colombia, kembali para personil Navy SEALs ditugaskan untuk menjejak kiprah pertautan antara gembong narkotik Christo dan gembong teroris Chechnya Abu Shabal. Misi ini penting, setelah CIA mengendus rencana besar mereka berdua mengirim para martir untuk misi bom bunuh diri di daratan AS melalui lorong-lorong gelap di perbatasan Mexico-Texas.
Untuk keperluan itu, Navy SEALs terbang ke Somalia guna memastikan adanya transaksi jual-beli senjata antara Shabal dengan mafia pedagang gelap senjata. Medan perang selanjutnya terjadi di lepas pantai Baja California dimana para teroris menyembunyikan diri dan perlengkapan serangan bunuh diri sebelum akhirnya “mendarat” di pantai California.
Christo yang tengah menikmati liburannya di atas yacht di Laut Pasific Selatan berhasil disergap pasukan Navy SEALs. Kepada petinggi operasi khusus ini, Christo mengakui dirinya berkomplot dengan Shabal yang berambisi menyerang AS di beberapa titik strategis melalui kurir-kurirnya yang siap mati dengan bom bunuh diri.
Berkorban mati
Pengakuan Christo inilah yang akhirnya mendorong tim Navy SEALs  bergerak cepat di wilayah perbatasan AS-Mexico guna mengendus keberadaan “pasukan bunuh diri” Shabal. Berkat bantuan pasukan komando Mexico, tim pasukan super elit US Navy ini berhasil menemukan lokasi. Maka dar-der-dor pun tak pelak lagi menyalak di sana-sini.
Di sinilah rupanya “tindakan berani” yang ditunjukkan komandan Navy SEALs  Letnan Rorke dipamerkan. Dia sengaja menjerembabkan dirinya di atas sebuah granat yang siap meledak. Nah, daripada seluruh pasukan mati, dia mengorbankan dirinya sendiri.
Sebuah keberanian yang akhirnya memberinya bintang tanda jasa. Di atas peti matinya sendiri, keberanian almarhum Rorke mendapatkan simpati dari para anggota Navy SEALs lainnya. Mereka satu per satu mulai menyematkan insignia US Navy SEALs  berupa emblem Trident ke peti mati.
Berani mati di atas sebuah granat manggis inilah, Act of Valor lantas menemukan legitimasinya yakni bertempur dan mengobarkan ketenaran Navy SEALs.***
Baca juga Resensi Film: “Everything is Illuminated”, Sejarah Masa Lalu sebagai Identitas Keluarga

Popular Posts