OBOR-OBOR BLARAK
Pepatah Jawa di atas
secara harfiah berarti obor-obor (dengan) daun kelapa kering. Pada masa lalu
ketika listrik belum lagi marak merambah ke semua wilayah, banyak orang desa
yang menggunakan alat penerangan berupa obor. Obor ini umumnya dibuat dari
bahan berupa bambu dengan ruas tutup di bagian bawah dan di ujungnya yang
terbuka disumpal dengan kain yang berfungsi sebagai sumbu. Bahan bakar obor ini
umumnya berupa minyak tanah atau minyak kelapa.
Dalam bentuknya yang
paling sederhana obor dapat juga dibuat dengan menggunakan bahan yang terdiri
atas daun kelapa kering (blarak) yang diikat menjadi satu dan umumnya
berdiameter segenggaman tangan orang dewasa. Untuk penggunaannya obor dari
blarak ini cukup dengan menyulut bagian ujungnya. Dengan demikan akan
dihasilkan nyala api yang dapat menjadi alat penerangan. Oleh karena panjang
blarak sangat terbatas, maka obor blarak ini akan cepat habis dilalap nyala
apinya. Jadi, kegunaannya tidak tahan lama atau hanya beberapa menit saja.
Pepatah obor-obor blarak
sesungguhnya hendak menyatakan tentang semangat atau niat yang hanya bertahan
sebentar saja. Dalam khasanah bahasa Indonesia mungkin hal ini sepadan dengan
pepatah yang berbunyi panas-panas tahi ayam.
Contoh dari pepatah
obor-obor blarak dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari di tengah
pergaulan masyarakat. Hal itu dapat dicermati misalnya ada orang yang secara
tiba-tiba bersemangat atau merencanakan ini-itu, namun di keesokan harinya ia
membatalkan rencana tersebut. Demikianlah contoh dari pepatah obor-obor blarak.***