Resensi Film: “Mad Max: Fury Road”, Detak Kehidupan dalam Irama Balap Liar
FILM yang menampilkan aksi balapan mobil atau motor
selalu mempunyai daya tarik tersendiri bagi para penggemar film pada
umumnya. Sebut saja Fast & Furious 7 yang dibintangi oleh
Vin Diesel, alm. Paul Walker, Dwayne Johnson dan sederet bintang ternama
lainnya telah berhasil menyedot animo penonton untuk menyaksikannya di
seantero dunia. Bahkan sejak debut perdananya, Fast & Furious telah berhasil menggumpulkan penggemarnya, sehingga di kemudian hari, film ini menjadi sebuah francise
yang menjanjikan untuk dibuatkan sekuelnya. Meskipun telah mengalami
beberapa kali pergantian sutradara, daya tarik film ini terasa kian
menguat.
Adalah Mad Max: Fury Road, sebuah francise terkenal
yang pernah populer di era-80-an silam. Film berdurasi 120 menit yang
sedang hangat-hangatnya tayang di jaringan bioskop Indonesia ini
disutradarai oleh George Miller dengan mengusung genre action, adventure sekaligus thriller.
Film yang penuh aksi brutal dan kekerasan ini menghadirkan Tom Hardy
(Max Rockatansky) dan Charlize Theron (Imperator Furiosa) sebagai tokoh
protagonis, berhadapan dengan King Immortan Joe yang diperankan Hugh
Keays-Byrne beserta geng jahatnya dalam balutan adegan balap liar khas
padang gurun.
Pada pemunculan perdananya tahun 1979, tokoh Mad Max (Max
Rockatansky) diperankan oleh aktor gaek Mel Gilson. Bahkan untuk sekuel
kedua (Mad Max 2: The Road Warrior tahun 1981) dan ketiga (Mad Max: Beyond Thunderdome tahun
1985), Mel Gibson tetap didapuk sebagai pemeran utamanya. Selain sukses
dengan Mad Max, Mel Gibson juga pernah populer lewat film Lethal Weapon, Bird on A Wire, Air America, Brave Heart, The Patriot, Ransom, Payback, We Were Soldier dan Edge of Darkness.
Film Mad Max edisi 2015 ini menyuguhkan tontonan yang akan
memacu adrenalin kita detik demi detik. Aksi konvoi dan balapan mobil
terasa merajai adegan di sepanjang film ini. Tokoh wanita bernama
Furiosa yang berkepala nyaris plontos akan menyita perhatian kita
melalui sepak terjang dan keberaniannya yang diekspos lebih mengigit
ketimbang tokoh Mad Max sendiri. Mungkin sutradara George Miller sengaja
memberikan porsi lebih kepada Furiosa, karena sekuel berikutnya konon
akan diberi judul, “Mad Max: Furiosa”.
Setting yang dimunculkan dalam film ini adalah jaman
pasca-apokaliptik dimana bumi telah mengalami kehancuran yang luar
biasa. Situasi inilah yang kemudian melahirkan persaingan antar makhluk
hidup yang tersisa hanya demi bertahan hidup atau berusaha untuk meraih
kondisi yang lebih baik. Selain Mad Max, ada banyak film yang mengambil setting serupa, misalnya: The Terminator, The Day the Earth Stood Still, The War of the Worlds, After Earth, Rise of the Planet of the Apes dan lainnya.
Persaingan antar manusia dalam zaman yang serba tak menentu tersebut
akan menyuguhkan kisah-kisah yang mungkin sulit diterima secara nalar
oleh manusia di jaman sekarang ini. Meskipun di banyak belahan bumi saat
ini sedang terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya
alamnya, namun toh untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, manusia belum perlu melakukan hal-hal ekstrim untuk meraihnya.
Dalam Mad Max,
dunia digambarkan mengalami situasi yang kacau dan tidak aman.
Pertemuan Max dengan Furiosa terjadi secara tidak sengaja. Dalam
perjalanannya, Max menjumpai Furiosa yang tengah dikejar-kejar King
Immortan Joe dan gengnya. Aneka macam mobil dengan dandanan ekstrim akan
kita saksikan wara-wiri di film ini, termasuk V8 Interceptor yang sudah terkenal sebagai kendaraan andalan Mad Max.
Ketegangan adegan demi adegan yang ditawarkan melalui film ini kian lengkap berkat aransemen musik pengiringnya. Junkie XL yang pernah menggarap musik pengiring film 300: “Rise of an Empire” dipercaya oleh George Miller untuk mengisi film ini.
Sebagai penonton film, mungkin tak akan pernah terbayangkan oleh kita
andai situasi dan adegan dalam film ini sungguh-sungguh menjadi
pengalaman hidup kita yang nyata. Entah apa yang akan kita lakukan untuk
mempertahankan hidup kita selanjutnya. Apakah kita akan menjadi seperti
Mad Max dan Furiosa? Ataukah kita akan memilih peran sebagai King
Immortan Joe dan kawanan jahatnya?
Apa yang dituangkan melalui film ini kiranya dapat memberikan
inspirasi kepada kita untuk merawat bumi ini dengan lebih baik. Meskipun
pesan-pesan “cinta kehidupan” disajikan melalui adegan balap liar di
padang gurun tandus, namun semuanya itu terasa begitu lekat dengan
kehidupan dewasa ini. Realitas yang tidak hanya cukup ditanggapi dengan
kecerdasan semata, namun menuntut sikap bijak kita sebagai manusia!***
Baca juga Resensi Film: “Tomorrowland”, Indahnya Impian dalam Genggaman Masa Depan
Baca juga Resensi Film: “Tomorrowland”, Indahnya Impian dalam Genggaman Masa Depan