Resensi Film: “Avengers, Age of Ultron”, Ketika Para Superhero Jadi Super Galau
SATU lagi fim lawas yang ditunggu-tunggu dari tahun 2013 akhirnya meretas di panggung layar lebar mulai Rabu, 22 April. Avengers: Age of Ultron
besutan Marvel Studio dan diedarkan Walt Disney Studio Motion Pictures
ini diprediksi merajai puncak penjualan tiket di bioskop-bioskop dunia
termasuk Indonesia.
Avenger ini merupakan seri kedua dari film kolosal superhero Marvel. Film pertama yang dikenal dengan judul singkat The Avengers
dirilis pada 11 April 2012. Film ini meledak keuntungannya dengan
penjualan tiket mencapai $1,5 milyar, berbekal modal ‘cuma’ $220 juta.
Ini film pertama Marvel yang berhasil menembus angka $1 milyar. Kemudian kesuksesan itu berlanjut di Iron Man 3 yang dengan dana 200 juta bisa meraup $1.2 milyar. Avengers kedua ini diyakini mampu mengulang sukses Avengers pertama dalam menembus omzet $1 milyar.
Superhero keok oleh dua kembar super
Kali ini superhero kita harus berhadapan dengan lawan sebanding,
kumpulan penjahat super. Layaknya pakem film superhero umumnya, di awal
pihak yang baik dikalahkan oleh pihak yang jahat.
Kehebatan superhero tak berkutik ketika berhadapan dengan sepasang
kembar super yang memupuk dendam kesumat terhadap Tony Stark alias Iron
Man atas kematian orangtua mereka ketika mereka baru berusia enam tahun.
Satunya Pietro Maximoff yang punya keahlian super cepat geraknya, dan
Wanda Maximoff yang punya kekuatan luar biasa: manipulasi otak dan
lontaran energi super.
Wanda membuktikan kehebatannya dengan sekali jentik bisa mempengaruhi
otak manusia sehingga mengalami halusinasi hal yang menakutkan atau
masa lalu yang kelam. Bahkan Thor si Dewa Petir yang awalnya menyadari
bahwa Wanda berusaha memasuki benaknya dan memperingati teman-teman
heronya pun berhasil dipengaruhinya.
Tokoh antagonis sentral kali ini adalah Ultron, yang ironisnya merupakan ciptaan Tony Stark si Iron Man.
Tony yang telah lama memedam mimpi besar memiliki pasukan robot
sebagai penjaga perdamaian di dunia ini terobsesi untuk mewujudkan
Ultron. Ketika mendapat materi pelengkap dia membujuk Bruce Banner alias
si Raksasa Hulk untuk membuat robotsuper Ultron. Hasil kreasi yang
berujung bencana karena Ultron punya pemahaman lain tentang perdamaian
dunia.
Menurut Ultron yang super jenius, manusia sekarang tidak bisa
diharapkan lagi maka perlu dipunahkan dulu sebelum perdamaian dunia
tercapai. Persis seperti adagium lama: Si vis pacem, para bellum,
kalau ingin perdamaian, maka ciptakanlah perang terlebih dahuluSi
kembar super yang awalnya membantu Ultron akhirnya menyeberang ke
Avenger ketika Wanda bisa membaca pikiran Ultron. Pertempuran demi
pertempuran seru pun dimulai dari awal sampai akhir film.
Selain kembar super, ada lagi tambahan tokoh super yang ditampilkan yaitu Vision.
Dilema superhero
Selain menampilkan kecanggihan efek dalam pertempuran fantasi, film
ini dipenuhi dengan humor dan permainan kata cerdas. Perhatikan juga
bagaimana para superhero ditampilkan sebagai pribadi yang tidak utuh
dengan ketakutan dan permasalahan mereka masing-masing. Rupanya menjadi
superhero tidak berarti semua hal berlangsung lancar dan indah seperti
yang dikira banyak orang.
Superhero pun bisa galau.
Ego pribadi kadang mencuat dan membuat mereka tidak kompak. Tentu di
akhir film mereka sadar dan mampu menyatukan diri untuk membasmi
kejahatan yang mengancam kepunahan umat manusia.
Seperti biasanya, jangan langsung beranjak dari kursi bioskop begitu
lampu dinyalakan. Di tengah tampilan kredit film akan ada adegan
petunjuk untuk seri Avengers selanjutnya. Saksikan Thanos yang rupanya didapuk menjadi supervillain berikutnya di Avengers: Infinity War Part 1 dan Part 2.
Bagi yang menonton film Marvel: Guardians of the Galaxy (2014), tentu sudah paham siapa Thanos.
Nah, nantikan episode berikutnya Avengers: Infinity War Part 1 dan Avengers: Infinity War Part 2, yang dijadwalkan menyerbu bioskop-bioskop di seluruh dunia pada 4 Mei 2018 dan 3 Mei 2019.***
Baca juga Resensi Film: “Beauty and the Beast”, Hidup untuk Sekuntum Mawar
Baca juga Resensi Film: “Beauty and the Beast”, Hidup untuk Sekuntum Mawar