Resensi Film: “John Doe: Vigilante” Ketika Keadilan Membisu
FILM John Doe: Vigilante sebenarnya sudah
lama diproduksi (Maret 2014). Namun menonton film ini dapat mengubah
perspektif penonton tentang figur seorang pembunuh berantai.
Ternyata seorang pembunuh bisa digelari sebagai pahlawan oleh
sebagian orang, sedangkan bagi yang lain adalah kriminal. Namun
bagaimana pun yang namanya membunuh, secara universal, diterima sebagai
tindakan salah. Hukum-hukum yang ada di negara-negara belahan bumi ini
pun jelas-jelas mengecam dan melarang orang untuk membunuh.
Mencari keadilan
Kunci dari seluruh pembunuhan atas 33 orang dalam film ini terdapat pada bagian belakang dari film ini. John Doe (Jamie Bamber) yang senantiasa memakai topeng dalam aksinya sedang menginterogasi Adam (Brendan Cleirkin) pembunuh anak dan istrinya. John mencecar Adam dengan banyak pertanyaan atas perilakunya yang telah membunuh 5 gadis cilik untuk memuaskan kelaki-lakiannya.
Kunci dari seluruh pembunuhan atas 33 orang dalam film ini terdapat pada bagian belakang dari film ini. John Doe (Jamie Bamber) yang senantiasa memakai topeng dalam aksinya sedang menginterogasi Adam (Brendan Cleirkin) pembunuh anak dan istrinya. John mencecar Adam dengan banyak pertanyaan atas perilakunya yang telah membunuh 5 gadis cilik untuk memuaskan kelaki-lakiannya.
Pada scene ini, John membeberkan motif pembunuhan yang
selama ini ia buat. John Doe mengakui bahwa hidupnya telah dihancurkan,
semenjak anak dan istrinya di bunuh oleh Adam. Ia dipenuhi rasa bersalah
karena tidak bisa melindungi keluarganya.
Oleh karenanya, sebagai pertobatan, ia berdiri bersama orang-orang
yang dianiaya, atau mereka yang tidak mendapat hak hukum dan dilecehkan.
Ia hanya membunuh orang-orang yang umumnya semena-mena kepada keluarga
atau lelaki yang pedofilia, atau mereka yang sok berkuasa. Orang-orang
ini dilihatnya kebal hukum dan berkeliaran bebas untuk menyebarkan
penderitaan.
John Doe akhirnya muncul sebagai pahlawan guna melawan para penjahat
tersebut. Akibatnya memang sosok John Doe yang sadis dan tanpa ampun
kepada orang jahat, menjadi pribadi yang kontroversial.
Selain itu, kisah John Doe mendunia tidak bisa dilepaskan dari peran
televisi. Televisi berhasil menempatkan John Doe sebagai tokoh papan
atas dalam layar kaca. Semua gerakannya mengisi pikiran para penonton.
Peran media ini pulalah yang mendorong Murray Wills (Sam Parsonson)
untuk mendirikan grup Speak for the Dead yang berdiri dibelakang John
Doe.
Namun grup ini menjadi anarkis dan ekstrem dalam memberantas
kejahatan. Grup yang semula mendukung agar John tidak dijatuhi hukuman
beralih menjadi gerombolan liar yang menteror dan brutal. Grup ini malah
menjauh dari harapan akan cita-cita keadilan.
Pentingnya hero
Cerita film mengalir dipandu oleh tokoh Ken Rutherford (Lachy Hulme), journalis ternama yang diundang untuk mewawancarai John di penjara. Ken mengajak penonton untuk melihat latar belakang si pembunuh berwajah tampan ini. Ia jugalah yang membangun opini tentang identitas John lewat investigasi ke pihak kepolisian, orang yang dibantu, media massa dan masyarakat. Ken seperti dalang yang memaparkan kehadiran John.
Cerita film mengalir dipandu oleh tokoh Ken Rutherford (Lachy Hulme), journalis ternama yang diundang untuk mewawancarai John di penjara. Ken mengajak penonton untuk melihat latar belakang si pembunuh berwajah tampan ini. Ia jugalah yang membangun opini tentang identitas John lewat investigasi ke pihak kepolisian, orang yang dibantu, media massa dan masyarakat. Ken seperti dalang yang memaparkan kehadiran John.
Kemudian dari film ini bisa direfleksikan bahwa John Doe sebenarnya
merupakan sebutan umum untuk mereka yang tidak beridentitas jelas.
Kehadiran John Doe itu merupakan kemutlakan ketika sistem keadilan
mandul dan kejahatan merajalela. Masyarakat memerlukan hero, siapa pun ia yang menyuarakan keadilan.
“Dunia menjadi lebih baik sekarang,” kata John untuk menanggapi Ken
yang mengkritik tindakannya. “Setidaknya para penjahat tahu bahwa mereka
selalu diawasi dan tidak bisa bertindak sewenang-wenang,” lanjut John
Doe.
Maka sebagai konklusi, film John Doe tak ubahnya sebuah
kritik sosial terhadapnya mandulnya sistem peradilan. Masyarakat perlu
seorang hero untuk menyuarakan keadaan tersebut. Walaupun mesti terus
dikritisi bahwa dalam kenyataannya seorang hero bisa saja lahir dari
pengalaman pribadi yang pedih.
Seperti sangat terlihat dalam film sepanjang 1 jam 33 menit, kemarahan lebih berbicara keras dalam diri John Doe.***
Baca juga Resensi Film: “American Sniper”, Jitu di Medan Perang namun Rapuh di Keluarga
Baca juga Resensi Film: “American Sniper”, Jitu di Medan Perang namun Rapuh di Keluarga