Resensi Film: Film Khusus Dewasa: “Fifty Shades of Grey”, Bahaya Cinta yang Direduksi
BAGAIMANAKAH seseorang mendeteksi bahwa sang kekasih
itu sungguh mengasihinya atau tidak? Bagaimanakah pula seseorang yakin
bahwa apa yang dilakukan oleh sang kekasih benar-benar lahir dari cinta
yang mendalam dan bukan sekedar pemuasan rasa birahi semata?
Bagaimanakah seseorang yakin bahwa kekasihnya tidak sedang mengidap
kelainan seksual?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini mesti dimunculkan oleh para pasangan ketika dunia semakin mereduksi arti cinta.
Kehidupan metropolis dan khususnya kalangan elite atas, memungkinkan
seseorang memasuki pemahaman yang dangkal tentang makna cinta. Kiranya
itu yang didiskusikan dalam film Fifty Shades of Grey.
Film baru ini diangkat dari novel romantik seksual karangan E.L.
James. Walau novel ini sudah diterbitkan pada tahun 2011, namun ketika
cerita novel ini diangkat ke layar lebar, novel ini kembali meledak.
Magnet Grey
Film anyar dengan titel Fifty Shades of Grey mengisahkan Christian Grey (Jamie Dornan) seorang miliarder muda dan mempesona yang memimpin perusahan papan atas. Kehidupan Grey cukup misteri karena tidak sembarang orang bisa mengetahui aktivitasnya. Media massa pun hanya mampu meliput sedikit sekali dunia pergaulannya.
Film anyar dengan titel Fifty Shades of Grey mengisahkan Christian Grey (Jamie Dornan) seorang miliarder muda dan mempesona yang memimpin perusahan papan atas. Kehidupan Grey cukup misteri karena tidak sembarang orang bisa mengetahui aktivitasnya. Media massa pun hanya mampu meliput sedikit sekali dunia pergaulannya.
Cara hidupnya yang sehat (tidak peminum alkohol dan mabuk-mabukan,
menjaga jadwal makan, olahraga teratur) atau kecemerlangan daya pikirnya
(karena bacaannya buku-buku klasik, keahlian bermain musik, dan
obrolannya) tidak banyak diketahui oleh orang banyak.
Anastasia Steele (Dakota Johnson) berkesempatan untuk
mewawancarainya. Pertemuan dengan Grey tentu bagaikan magnet yang
menghipnotis wanita muda ini. Siapa sih yang tidak terkagum-kagum dengan
miliarder muda ini: tampan, gagah, kaya dan elegan. Pertemuan ini
mengawali kisah kedua orang muda ini.
Perlahan-lahan Ana menguliti kehidupan Grey yang ternyata malah membuatnya syok.
Grey ternyata seorang yang posesif, suka mengisolasi diri, dan
sebagaimana Grey buka rahasianya kepada Ana, adalah seorang yang
melakukan praktik seksual yang extraordinary. Ia mengakui dirinya adalah praktisi BDSM (bondage, dominance, sadism and masochism).
Ana yang sungguh jatuh hati pada Grey masuk dalam problem yang
membingungkan. Apakah ia harus mengikuti kemauan Grey yang baginya tidak
wajar demi cintanya atau ia harus melepaskan cintanya?
Cinta yang merusak
Benar yang pernah ditulis oleh Paus Emeritus Benediktus XVI dalam God is Love bahwa pada zaman ini makna cinta menjadi semakin kabur.
Benar yang pernah ditulis oleh Paus Emeritus Benediktus XVI dalam God is Love bahwa pada zaman ini makna cinta menjadi semakin kabur.
Warta cinta yang diwartakan oleh kekristenan dikaburkan oleh
kebudayaan yang syarat dengan pencari kenikmatan. Cinta yang tulus
memberi (self-giving) ditutup dengan cinta yang posesif dan hedonis (selfishness).
Bila seseorang tidak memiliki terang kebenaran tentang cinta maka ia
akan jatuh dalam kemerosotan hidup dimana yang ada adalah eksploitasi,
egoisme dan materialistik.
Ana merupakan representasi dari self-giving yang dengan
sepenuh hati mencoba untuk memberikan diri demi kebahagiaan Grey. Ia
berikan perhatiannya. Ia melepaskan kemauannya.
Bahkan saking tergila-gilanya, ia berusaha mengikuti maunya Grey
untuk tanda tangan kontrak atas relasi yang mereka lakukan. Sampai
akhirnya Anas berani berkata, “Sekarang tunjukkan apa yang memang
menjadi kemauanmu atas diriku.”
Grey melakukan tindakan penyiksaan atas Ana demi kesenangannya. Grey
seolah menampilkan cinta yang sangat material dengan
pemberian-pemberiannya kepada Ana berupa laptop dan mobil. Tetapi selain
itu, Grey merupakan personifikasi cinta yang posesif dan brutal ketika
mulai membatasi hubungan Ana dengan rekan-rekannya. Ia mengamati
gerak-gerik Ana. Ia tega melakukan kekerasan fisik. Dalam diri Grey,
sulit dibedakan antara cinta dan kehausan emosional.
Keputusan itu penting
Ana akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan cintanya dengan Grey. “Inikah yang engkau mau terjadi pada orang yang kamu cintai?” demikian pertanyaan Ana kepada Grey setelah dipukuli oleh Grey.
Ana akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan cintanya dengan Grey. “Inikah yang engkau mau terjadi pada orang yang kamu cintai?” demikian pertanyaan Ana kepada Grey setelah dipukuli oleh Grey.
Dengan luka dan memar dipunggungnya, Ana menyadari hubungannya dengan Grey sangatlah kompleks.
Sebuah keputusan yang tidak mudah namun sungguh menyelamatkan.
Memang demikianlah dalam mencinta, seseorang harus memperhitungkan passion (getaran atau bahasa kerennya chemistry) yang membuat orang meluap dalam sukacita; juga intimacy dimana intimacy
mendorong seseorang untuk masuk dalam hubungan yang hangat, dekat namun
menciptakan rasa aman; tetapi tak bisa ditinggalkan pula commitment, suatu keputusan yang mengikat hubungan itu dalam segala situasi.
Ana
tidak menemukan intimacy dalam relasinya dengan Grey. Akhirnya ia tidak
melanjutkan ke tahap komitmen. Ia pergi meninggalkan Grey. Ana memilih
untuk pergi agar memiliki kebebasan diri dan terbebas dari cengkraman
kekuasaan Grey.
Khusus dewasa
Film ini sebaiknya ditonton oleh mereka yang telah dewasa karena memuat adegan-adegan yang perlu pendampingan orang dewasa. Film ini bisa jadi tidak akan lolos sensor masuk bioskop di Indonesia saking banyak adegan syuur.
Film ini sebaiknya ditonton oleh mereka yang telah dewasa karena memuat adegan-adegan yang perlu pendampingan orang dewasa. Film ini bisa jadi tidak akan lolos sensor masuk bioskop di Indonesia saking banyak adegan syuur.
Juga Fifty of Shades of Grey akan memiliki nilai plus bila
digunakan dalam pembahasan bersama soal makna cinta bagi orang muda dan
dewasa. Sebagaimana pertanyaan-pertanyaan pada awal tulisan ini telah
dilontarkan, semoga film ini berguna untuk semakin merenungkan makna
cinta.***
Baca juga Resensi Film: Resensi Film: “Cinderella”, Tiga Resep Kehidupan: Tegar, Baik Hati dan Jompa-jampi
Baca juga Resensi Film: Resensi Film: “Cinderella”, Tiga Resep Kehidupan: Tegar, Baik Hati dan Jompa-jampi