Resensi Film: “A Most Wanted Man”, Obat Penenang bagi Negara Barat

ADA sisi lain dari dunia terorisme yang mungkin jarang disingkap. Pada umumnya terorisme berwajahkan pembunuhan masal, ketaatan buta terhadap komando, dan menyebar virus ketakutan pada massa. Terorisme juga akrab dengan kelompok ekstremis yang eksklusif.
Anda akan melihat sisi lain dunia terorisme dalam film “A Most Wanted Man” dengan citarasa yang berbeda. Film tulisan dari Andrew Bovell ini mengupas sisi cerdik, lembut, dan tersistematisasi dari dunia teroris. Bagaimanakah negara-negara maju memerangi terorisme?
Bukan siapa-siapa
Dikisahkan imigran gelap dari Chechnya bernama Issa Karpov (Grigoriy Dobrygin) masuk ke Hamburg, Jerman. Pria ini tampil sebagai sosok pendiam yang tunduk kepada Allah. Identitasnya secara bertahap disingkap kalau sebenarnya dia juga keturunan Rusia. Ibunya mati muda. Issa mengalami penyiksaan di sekujur badannya.

Keberadaannya di Hamburg dibantu oleh sebuah keluarga muslim. Sampai akhirnya Issa dipertemukan dengan pengacara muda, yang begitu idealis memperjuangkan hak asasi, namanya Annabel Richter (Rachel McAdams).
Lewat tokoh Annabel, selanjutnya penonton mulai memahami pria misterius yang tak banyak cakap ini. Issa dikenal sebagai seorang pewaris kekayaan dari ayahnya. Oleh karena perihal warisan inilah pula Issa kemudian dihubungkan dengan Tommy Brue (Willem Dafoe) bankir terhormat. Namun ia tak mau mengambil warisan dari si ayah dengan dalih bahwa kekayaan itu adalah uang haram, maka ia memilih untuk mendonasikannya. Dengan segala masukan informasi maka Issa ingin mendonasikannya kepada Dr. Abdullah dari Hamburg yang dikenal sebagai tokoh muslim.
Terorisme dan uang
Di balik berjalannya kisah Issa yang illegal dan ingin mendonasikan warisan lewat Dr. Abdullah, terdapat tim intelijen Jerman yang rajin memantau Issa dan Abdullah. Tim ini dibawah Günther Bachmann (Phillip Seymour Hoffman). Juga terdapat tokoh utusan Amerika yang punya kepentingan lain: Martha Sullivan (Robin Wright). Amerika dengan mengatasnamakan perdamaian dari serangan terorisme dan untuk menciptakan dunia yang lebih baik hendak meringkus Issa dan dr. Abdullah.

Baik Jerman maupun Amerika sama-sama mensinyalir baik Issa maupun dr. Abdullah adalah tokoh penting dalam pergerakan radikal terorisme. Mereka dianggap bekerja di belakang layar dalam hal pendanaan gerakan itu. Dua kubu ini berusaha untuk membuktikan keterlibatan mereka dalam gerakan terorisme. Sampai akhirnya Abdullah mentransfer uang haram itu ke beberapa instansi dan salah satunya diperkirakan adalah perusahan kapal yang mendanai Al Qaeda.
Epidemik pikiran
Menyimak film ini, Anda pasti tergoda untuk melontarkan pertanyaan, “Benarkah mereka itu teroris?”
Jerman dan Amerika 100% menyiapkan team anti terorisme. Mereka mengalokasikan dana yang besar untuk mengendus gerakan terorisme. Apalagi ketika kedua negara maju ini memiliki komunitas Islam yang cukup eksklusif untuk diajak berkolaborasi menanggulangi terorisme.

Di Amerika sendiri, terorisme bagaikan epidemik yang secara massif mengisi pikiran orang Amerika. Sampai-sampai terdapat pelajaran tentang terorisme dan hukuman bagi mereka yang menjadikan terorisme sebagai guyonan. Maka film ini bisa jadi mau mengetengahkan fakta bahwa negara-negara maju ini tengah bergulat dengan penyakit pikiran yang dihembuskan oleh kelompok terorisme yang nyata-nyata anti Amerika dan Westernisasi.
Di bagian akhir film yang durasinya dua jam ini, Bachman terlihat sangat terpukul dengan kelakuan pejabat tinggi keamanan Jerman dan Amerika yang membekuk Issa dan dr. Abdullah.
Lantaran sebenarnya, Bachman masih terus menyelidik kebenaran siapakah Issa, benarkah ia seorang jihad? Penangkapan itu masih berasaskan suatu asumsi bahwa dr. Abdullah mentransfer donasi dari Issa ke sebuah perusahaan yang dianggap mendukung Al Qaeda. Tetapi bagi petinggi negara, usaha penangkapan itu bagaikan obat penenang yang memberikan rasa damai kepada negara yang dijangkiti epidemik terorisme.
Begitulah film ini diakhiri tanpa jelas, status Issa dan dr. Abdullah. Bagaimanapun, ini sisi lain yang bisa disajikan oleh A Most Wanted Man. Anda, penonton diajak bermain-main dengan epidemik pikirian orang Barat dan penanggulangannya. Selamat menikmati.***
Baca juga Resensi Film: “Kung Fu Jungle”, Memanipulasi Seni Beladiri untuk Kemasyuran

Popular Posts