Resensi Film: “The Other Woman”, Menantang Komitmen Perkawinan
FILM The Other Woman diproduksi oleh Twentieth Century Fox. Ini berkisah tentang persengkongkolan tiga wanita yang ditipu oleh pria yang sama. Dengan dibintangi oleh tiga artis ayu terkenal, yakni Cameron Diaz sebagai Carly Whitten, Leslie Mann sebagai Kate King, dan Kate Upton sebagai Amber, maka film drama komedi ini memiliki kelas tersendiri.
Permainan tiga bidadari tersebut mampu menyelamatkan film hiburan yang sebenarnya kisahnya biasa-biasa saja dan kurang spektakuler. Namun demikian The Other Woman cukup bisa menghibur. Kekonyolan dan aksi para wanita yang lebay membuat film yang seharusnya cocok untuk pasangan yang telah menikah terasa cocok juga untuk remaja.
Mark si Playboy
Kisahnya Mark King (Nikolaj Coster-Waldau), seorang playboy ganteng, menipu beberapa wanita untuk dijadikan kekasihnya pada saat bersamaan. Padahal dia telah beristrikan Kate. Dengan cerdik Mark mengatur jadwal dan kisah hidupnya sehingga para wanita tersebut jatuh hati dan percaya pada obralannya.
Namun tanpa disengaja Carly bertemu dengan Kate.
Menariknya, pertemuan dua wanita yang sama-sama dibohongi oleh Mark berujung pada persahabatan. Memang awalnya mereka saling bertentangan namun perasaan sependeritaan dan solidaritas sesama wanita mendorong dua wanita ini untuk memberi pelajaran pada si hidung belang Mark.
Ternyata dua wanita ini dipertemukan dengan wanita ketiga yang juga korban Mark, Amber. Carly, Kate dan Amber bak Charlie’s Angels bahu membahu memberantas kejahatan Mark. Kolaborasi ketiganya menghantar Mark pada perangkap jitu: kebohongannya terbongkar, semua harta kekayaannya diambil alih oleh sang istri, dan pekerjaannya hilang.
Tantangan hidup perkawinan
Dalam realitanya, kisah semacam tersebut akan sulit didapatkan. Tapi sebagai parodi kehidupan di kota metropolitan, film yang berdurasi 109 menit ini mau menyampaikan kisah riil dari penyelewengan perkawinan. Singkatnya, hidup perkawinan memiliki tantangan nyata berkaitan dengan komitmen.
Di zaman ini, cinta bukan lagi menjadi satu-satunya motif mendasar dalam hubungan perkawinan.
Nyatanya, banyak perkawinan dalam masyarakat lebih dibangun atas alasan ekonomi, tuntutan umur, menjaga citra sosial, kebebasan diri dan melanggengkan hubungan keluarga. Hal tersebutlah yang kadang kala mendorong lemahnya komitmen terhadap pasangan dan perkawinan terasa hambar. Dalam film, alasan Mark menjadi playboy ialah dia merasakan kekosongan batin.
Hitung-hitung dengan menonton The Other Woman, drama kehidupan masyarakat metropolitan di USA, kita bercermin tentang perjuangan keluarga-keluarga (muda) dalam membangun komitmen yang luhur.
Syukur-syukur menjadi pelajaran bagi semua untuk berani memilih hanya satu dan mencintainya.***
Baca juga Resensi Film: “The Expandables 3″, Gandengan Tangan Antar Generasi
Baca juga Resensi Film: “The Expandables 3″, Gandengan Tangan Antar Generasi