DOKUMEN ABU DHABI
Jejak Historis Persaudaraan Menuju Perdamaian Universal
Bulan Mei ini, dalam ziarah spiritual kita mengikuti jejak langkah Paus Fransiskus, kita sampai pada sebuah perhentian, sebuah perhentian untuk merenungkan satu deklarasi. Satu deklarasi profetik tentang persaudaraan universal: Dokumen tentang Persaudaraan Manusia demi Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Lahir di Abu Dhabi, Februari 2019, dokumen ini adalah kristalisasi pergumulan panjang akan kemanusiaan dan solidaritas yang terluka.
Keprihatinan dan Urgensi Berdialog
Dokumen Abu Dhabi tidak dapat dipisahkan dari situasi global yang kompleks dan penuh gejolak. Abad ke-21 ditandai paradoks kemajuan teknologi dan komunikasi yang beriringan dengan meningkatnya konflik, terorisme yang mengatasnamakan agama, ketidakadilan sosio-ekonomi yang menganga, dan erosi nilai-nilai kemanusiaan. Paus Fransiskus sejak awal masa kepausannya telah menyuarakan keprihatinannya terhadap "globalisasi ketidakpedulian"(globalization of indifference) dan "budaya buang" (throwaway culture) yang merendahkan martabat manusia.
Puas melihat bahwa akar banyak permasalahan ini terletak pada fragmentasi sosial dan spiritual, hilangnya kesadaran akan kesatuan keluarga manusia. Dalam Laudato Si' (2015) Paus Fransiskus menekankan keterkaitan segala sesuatu dan pentingnya "ekologi integral" yang mencakup dimensi sosial kemanusiaan. Ini menjadi fondasi teologis bagi pemahaman persaudaraan universal.
Sejarah kelam abad ke-20 dengan perang dunia dan ideologi-ideologi pemecah belah, munculnya ekstremisme dan fundamentalisme agama di abad ke-21, menegaskan urgensi membangun jembatan dialog dan pemahaman antarumat beragama.
Penulisan Dokumen Abu Dhabi adalah peristiwa “melampaui” batas-batas agama dan budaya. Pertemuan Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmed Al-Tayeb, 4 Februari 2019 di Abu Dhabi jelas tak terjadi secara tiba-tiba. Ia menjadi puncak proses dialog dan perjuangan untuk saling mengerti yang dirintis bertahun-tahun antara Vatikan dan Al-Azhar, satu institusi pendidikan Islam Sunni paling terkemuka di dunia. Pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan Imam Besar Al-Tayeb di Vatikan menjadi momentum penting membangun kepercayaan dan kesamaan visi.
Konferensi internasional persaudaraan manusia di Abu Dhabi menjadi panggung sejarah penandatanganan dokumen ini. Di hadapan para pemimpin politik, agama, dan masyarakat sipil dari seluruh dunia, Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayeb membubuhkan tanda tangan pada deklarasi : simbol harapan dan komitmen berjalan bersama di jalan perdamaian.
Isi dan Struktur Dokumen Abu Dhabi
Dokumen Abu Dhabi ini meliputi:
a. Dimensi transenden kesetaraan martabat manusia dan persaudaraan universal; Dokumen dibuka sebuah pernyataan kuat : "Atas nama Allah yang telah menciptakan semua manusia setara dalam hak, kewajiban, dan martabat, dan yang telah memanggil mereka untuk hidup bersama sebagai saudara dan saudari..." Sebuah pondasi teologis bahwa persaudaraan bukan sekadar konsep sosial, melainkan keniscayaan transenden.
b. Seruan melawan kekerasan dan terorisme: Dokumen tegas mengutuk kekerasan dan terorisme, khususnya atas nama agama. "Kami dengan tegas menyatakan bahwa agama tidak pernah menghasut perang, tidak pernah menyerukan kebencian, tidak pernah membenarkan kekerasan atau ekstremisme. Sebaliknya, agama menyerukan perdamaian, belas kasihan, dan keadilan." Sebuah penolakan langsung terhadap penyalahgunaan agama untuk tujuan-tujuan destruktif.
c. Penegasan hak dan kebebasan: Dokumen menekankan pentingnya hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama dan berkeyakinan. "Oleh karena itu, adalah sangat penting untuk mengakui hak setiap orang untuk memeluk agama apa pun yang dipilihnya dengan hati nuraninya dan untuk mempraktikkan ritus-ritusnya." Pengakuan ini adalah landasan bagi masyarakat yang inklusif dan menghormati perbedaan.
d. Ajakan untuk dialog dan kerja sama: Dokumen ini menyerukan dialog yang tulus dan saling menghormati antarumat beragama sebagai jalan untuk mencapai saling pengertian dan kerja sama dalam mengatasi masalah-masalah global. "Dialog antar umat beragama, di antara kita, adalah salah satu cara yang paling penting untuk membangun persahabatan dan kerja sama yang langgeng di antara bangsa-bangsa dan orang-orang dengan keyakinan yang berbeda."
e. Kritik terhadap ketidakadilan dan kerusakan lingkungan: Dokumen juga menyoroti isu sosial dan lingkungan yang mendesak, kemiskinan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. "Kami juga menegaskan pentingnya membangkitkan kesadaran agama dan etika tentang krisis lingkungan global yang dihadapi dunia kita..." Persaudaraan manusia juga mencakup tanggung jawab kita terhadap planet bumi sebagai rumah bersama.
Gagasan-Gagasan Terpenting
Beberapa gagasan kunci dari Dokumen Abu Dhabi adalah:
a. Kesatuan Keluarga Manusia: Bahwa seluruh umat manusia adalah satu keluarga, terlepas dari perbedaan agama, budaya, atau etnis. Ini didasarkan pada penciptaan oleh satu Tuhan dan panggilan untuk hidup bersama dalam harmoni. Seperti dikatakan Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti : "Kita semua adalah saudara dan saudari."
b. Martabat Manusia yang Tak Terpisahkan: bahwa setiap individu memiliki martabat yang inheren dan tidak dapat dicabut, yang bersumber dari citra Allah dalam dirinya. Penghormatan terhadap martabat ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya persaudaraan dan perdamaian. "Setiap orang adalah suci, memiliki martabat sebagai manusia, sebagai citra Allah, dan oleh karena itu berhak untuk dihormati, dicintai, dan tidak pernah dibuang." (Paus Fransiskus, Fratelli Tutti, 272).
c. Agama sebagai Sumber Perdamaian: mereinterpretasi peran agama sebagai kekuatan positif yang mendorong perdamaian, rekonsiliasi, dan persaudaraan, bukan alat pemecah belah dan kekerasan. "Nama Allah yang Maha Esa tidak boleh digunakan untuk membenarkan kebencian dan kekerasan terhadap orang lain."
d. Tanggung Jawab Bersama untuk Masa Depan: Semua orang, khususnya para pemimpin agama dan politik, untuk mengambil tanggung jawab aktif dalam membangun masa depan yang lebih adil, damai, dan berkelanjutan. "Adalah penting bagi kita untuk mengarahkan hati semua orang menuju nilai-nilai perdamaian dan koeksistensi, saling mencintai dan persaudaraan manusia."
Dampak Global Deklarasi Abu Dhabi:
Dampak Dokumen Abu Dhabi terasa di berbagai lapisan masyarakat global:
a. Dalam Dialog Antaragama: Dokumen ini memperkuat jalinan persahabatan dan kerja sama antara Gereja Katolik dan dunia Islam, khususnya dengan Al-Azhar. Pembentukan Komite Tinggi untuk Persaudaraan Manusia menjadi salah satu buah nyata dari dokumen ini, yang terus berupaya mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya melalui berbagai inisiatif dan proyek konkret.
b. Dalam Wacana Publik: Dokumen ini telah memicu diskusi dan refleksi yang mendalam tentang persaudaraan manusia, peran agama dalam perdamaian, dan tantangan-tantangan global yang dihadapi bersama. Pesannya yang universal telah melampaui batas-batas agama dan menarik perhatian para pemimpin politik, akademisi, dan aktivis sosial.
c. Dalam Ajaran Gereja: Dokumen Abu Dhabi memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ajaran sosial Gereja, khususnya dalam pemahaman tentang persaudaraan universal. Ensiklik Fratelli Tutti (2020) secara eksplisit merujuk pada dokumen ini sebagai salah satu sumber inspirasinya, memperluas dan memperdalam refleksinya tentang persaudaraan dan persahabatan sosial dalam konteks dunia kontemporer.
d. Dalam Inisiatif Lokal: Di berbagai belahan dunia, dokumen ini menginspirasi umat Katolik dan komunitas agama lainnya untuk terlibat dalam dialog antariman, proyek-proyek sosial bersama, dan upaya-upaya membangun jembatan pemahaman dan kerja sama di tingkat akar rumput.
Sebagai pengikut Kristus, dokumen ini menantang kita untuk:
a. Menghidupi Injil persaudaraan secara lebih radikal: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39) tidak mengenal batas-batas agama atau etnis.
b. Menjadi pembangun jembatan dialog dan pemahaman: Kita dipanggil untuk keluar dari zona nyaman kita dan bertemu dengan saudara-saudari kita dari latar belakang yang berbeda dengan hati terbuka dan pikiran yang jernih. "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9).
c. Berjuang untuk keadilan dan perdamaian sebagai wujud nyata dari persaudaraan: Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yakobus 2:17). Persaudaraan yang sejati harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk mengatasi ketidakadilan dan membangun dunia yang lebih damai.
d. Melihat perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai ancaman: Keanekaragaman adalah anugerah Tuhan. Dengan saling menghormati dan belajar dari perbedaan, kita dapat memperkaya kemanusiaan kita bersama. "Lihatlah, betapa baiknya dan betapa indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!" (Mazmur 133:1).
Selamat mengolah persaudaraan dengan cinta radikal dan bermakna !
Cyprianus Lilik K. P. senandungkopihutan@gmail.com
Disclamer: Tulisan ini diolah dari berbagai sumber dan bantuan AI
Dari Sejarah: 18 Mei 1990: Peluncuran Teleskop Antariksa Hubble: Meskipun fokus utamanya bukan lingkungan Bumi, Teleskop Hubble telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman kita tentang planet lain, termasuk studi tentang atmosfer planet dan potensi kehidupan di luar Bumi. Pengetahuan ini secara tidak langsung memperluas perspektif kita tentang pentingnya menjaga kelestarian planet kita sendiri.