Resensi Film: “Inferno”, Virus Pemusnah Populasi

SETELAH novel Inferno membuat heboh pada tahun 2014,  kini novel karya novelis Dan Brown sudah diangkat ke layar lebar.  Film Inferno menggunakan karya Dante sebagai setting kisahnya.
Menciptakan neraka
Inferno bisa berarti api dan juga neraka.  Dalam film ini, Bertrand Zobrist (Ben Foster) ilmuwan modern menamai virusnya “inferno” karena ia membayangkan situasi neraka.
Dan Brown, penulis novel Inferno, mengotak-atik nama virus tersebut dengan gagasan Dante tentang Inferno yang merupakan tempat bagi mereka yang menolak nilai-nilai rohani, menikahi kekerasan, dan menggunakan kemampuan akal budinya untuk menjahati sesama manusia.  Brown menggunakan ilustrasi dan gagasan Dante sastrawan dari abad ke-14 untuk memaparkan situasi umat manusia yang berantakan dan menuju kemusnahan.  Situasi itu layaknya di neraka yang dibakar oleh nyala api yang membara.
Planet Bumi untuk sementara akan dibakar oleh virus yang akan disebarkan lewat sebuah saluran air di Turki sehingga populasi berkurang dan tatanan masyarakat akan kembali normal.
Dalam film ini, Tom Hanks melanjutkan petualangannya tetap sebagai Robert Langdon ahli simbol dari Universitas Harvard untuk mengungkap pesan tersembunyi yang dicari oleh Sienna Brooks (Felicity Jones).  Langdon dibawa pada pecahan teka-teki dari Dante yang disuguhkan oleh Bertrand Zobrist yang menciptakan virus “inferno” untuk mengurangi populasi penduduk planet bumi ini.
Langdon diperalat oleh Brooks untuk memecahkan teka-teki tinggalan Zorist yang telah dibunuh oleh kelompok yang punya kepentingan menjual virus itu.  Langdon diarahkan untuk menemukan jawaban atas teka-teki Zorist tentang dimanakah tempat virus tersebut diletakkan.  Mereka berpacu dengan waktu pelepasan virus tersebut semakin mendekat, Langdon memburu keberadaan virus tersebut.
Kehilangan daya simbol 
Kesan setelah menonton film ini ialah Dan Brown kehilangan kehebatannya dalam memainkan simbol-simbol religius.  Film-film sebelumnya menjadi menarik karena Dan Brown menyodorkan kekayaan simbol Gereja Katolik.
Simbol-simbol  tersebut sangat kaya baik dari segi makna, sejarah maupun seni.   Simbol-simbol Gereja Katolik dapat membawa penonton atau pembaca menyelami misteri di baliknya.  Kekayaan itulah yang oleh Brown dilihat memiliki nilai jual tinggi.  Ia tak sungkan untuk menggunakan penafsiran yang menguntungkan dompetnya.
Inferno keluaran Sony Pictures ini bisa dikatakan berusaha memuaskan sisi misteri yang dicari oleh banyak orang.  Penonton tidak banyak diajak berdiskusi dengan kekayaan simbol kekristenan seperti dalam Angels and Demons dan juga the Davinci Code.
Ketika Anda menonton Inferno, Dan Brown seperti kehabisan ide untuk menjual kekayaan simbol kristiani.  Ia beralih ke Faraday pointer, kota Venisia dengan sejarah black death-nya pada Abad Pertengahan, dan topeng Dante (yang masih berbau kekristenan).  Selebihnya adalah kejar-kejaran dan mencari sumber petaka yang ternyata ada di Istanbul.***

Popular Posts