Resensi Film: “The Constant Gardener”, Kebenaran Makan Korban

SEMANGAT mencari kebenaran dan membuka tabir kemunafikan adalah jiwa dan semangat Tessa Abbot-Quiyle (Rachel Weisz). Karena semangat ingin membongkar ketidakberesan inilah yang akhirnya mempertemukan dia dengan Justin Quayle (Ralp Fiennes), diplomat Inggris di Kenya, yang akhirnya bersedia menikahinya.
Meski sudah menikah dan memiliki anak, rupanya semangat mencari kebenaran dengan risiko mati tetap tak padam dalam diri Tessa. Apalagi, ia benar-benar paham bahwa perusahaan farmasi kelas internasional –atas restu Pemerintah Kerajaan Inggris—diam-diam menjual jutaan kapsul obat pembasmi TBC sekaligus mencek di lapangan apakah obat tersebut manjur apa tidak dalam upaya mengobati pasien TBC di Kenya.
Semula, Justin yang dikategorikan sebagai diplomat ‘lurus’ dan suami yang baik tidak pernah melihat keanehan dalam diri istrinya. Barulah ketika istrinya memaksa dia boleh mengizinkan pergi ke daerah dimana dypraxa –nama obat baru  anti TBC– itu tengah diujicobakan terhadap pasien-pasien lokal, naluri seorang suami mulai terganggu.
Dua kemungkinan terbuka. Satu, istrinya Tessa main ‘belakang’ dan menjalin cinta segitiga dengan atasan Justin bernama Sandy Woodrow (Danny Huston).  atau rekan kerjanya yakni seorang dokter berkulit hitam bernama  Arnold Bluhm (Hubert Koundé). Kesadaran kritisnya terlambat sudah, ketika tiba-tiba kabar buruk sampai ke telinganya. Tesa sudah tewas dicincang orang tak dikenal. Dokter Bluhm juga mati disalib, setelah sebelumnya dicurigai sebagai kekasih gelap Tessa. Padahal, orientasi seksual dokter kulit hitam ini homo.
Sampai di sini, kesabaran Justin benar-benar punah. Ia melacak dari mana segala masalah yang menimpa istrinya ini muncul. Tuduhan paling mudah tentu saja dialamatkan kepada kawan sekaligus atasannya: Sandy Woodrow. Ia pun mengakui bahwa Tessa harus di-sukabumi-kan, karena dia sudah melihat surat berisi laporan kategori rahasia bahwa obat anti TBC itu mengandung efek negatif bagi pasien penerima jenis pengobatan ini.
Tapia pa lacur. Dua opsi sama-sama tidak menguntungkan. Menarik produk dari pasaran berarti merugikan produsen obat dan kedok pemerintah Inggris juga akan terbuka. Belum lagi, penarikan ini akan memacu produsen pesaingnya untuk melakukan hal sama: memproduksi obat sejenis. Kalau diteruskan, maka Tessa yang super kritis akan terus merecokinya.
Solusi cepat: Tessa harus dilenyapkan.
The Constant Gardener adalah hidup keseharian Justin Quayle di luar dinas sebagai diplomat. Ia suka berkebun, maka dari itu sebutan yang sama di label nama film ini menempel sebagai identitasnya. Namun, film ini bukan berkisah tentang cara berkebun. Melainkan lebih pada kasih setia seorang suami yang melacak ‘keanehan’ istrinya yang berakhir dengan kematian tragis yang tak pernah dia kehendaki: istrinya tewas dibantai dan ia sendiri diganyang sampai mati oleh ante-antek korporasi.***

Popular Posts