Resensi Film: “The Bodyguard”, Lesu namun Bergairah Lagi Berkat Relasi Pribadi

SUKSES besar di Beijing sebagai agen keamanan di pusat kekusaan Tiongkok tidak kuasa mengubur rasa bersalah berkepanjangan Ding Hu. Usai pensiun dari dinas resmi kemiliteran dengan tugas penting menjaga keamanan para VVIP, Ding memilih menjauh dari keramaian. Ia memutuskan pulang ke desa kelahirannnya,  tak jauh dari perbatasan Russia dan Tiongkok.
Gairah hidupnya hilang, seketika ia kembali menjalani kehidupan biasa. Terlebih ketika harus mengingat duka batin yang membebat hatinya. Itu terjadi sejak ia kehilangan cucunya sendiri saat sang cucu tengah jalan-jalan bersamanya dan kemudian sang cucu pergi entah kemana. Pokoknya ia hilang dan sejak itu pula hubungannya dengan Ya Nang –puterinya sendiri— putus total.Gagal melindungi cucu sendiri
Ding diperolok oleh puterinya sendiri: disebut-sebut selalu mampu mengawal dan mengamankan pejabat teras Tiongkok, namun kini malah gagal total mengamankan cucunya sendiri. Tuduhan sekaligus gugatan puterinya ini benar-benar meruntuhkan rasa percaya dirinya sehingga dalam sekejap ia kehilangan semua memori indah dalam dirinya. Ia beringsut menjadi seorang tua yang pikun, karena dementia kini mulai menggerogoti kesadarannya.
Berkat kehadiran Cherry –puteri nakal clemongan anak tetangga—gairah hidupnya meletup kembali. Terlebih setelah Cherry diperdaya oleh mafia lokal,  lantaran ayahnya Li  (Andy Lau) tengah diburu baik oleh mafia lokal dan mafia Russia. Gairah hidupnya tertantang lagi, ketika Cherry dalam bahaya.Seketika itu juga, ‘kebesaran’ Pak Tua Ding muncul kembali sebagai seorang ‘pahlawan’ pelindung keamanan orang yang dia harus jaga. Kali ini, ‘kebesaran’ Ding terpicu oleh karena kasih sayangnya kepada Cheryl yang di kemudian hari ‘dititipkan’ ayahnya yang belakangan bertobat.
Manusia kehilangan relasi pribadi
Apa hebatnya film mandarin dengan judul barat The Bodyguard atau kadang disebut My Beloved Bodyguard ini?
Gaya duel ala Sammo Hung yang benar-benar jago kungfu menjadi suguhan menawan di sini. Selain itu, paparan visual yang menggambarkan lesunya gairah hidup Ding sangat menarik, justru karena terjadi melalui visualisasi kartun.
Yang menjadi ‘dahsyat’ justru bagaimana The Bodyguard ini menampilan sosok Ding yang sudah lesu hidup  berikut gejala dementia yang  mulai menggerogoti dirinya.
Ia selalu berjalan gontai menyusuri lorong-lorong sepi. Emosinya nyaris tak bereaksi apa pun selain bunyi mulut aah…hemm, setiap kali janda tua Park tengah  mencuri-curi pandang dan ingin mencurahkan rasa hatinya kepada Ding.Ding sudah ‘mati rasa’. Gairah hidupnya terkubur oleh pengalaman ‘menghilangkan’ cucu perempuan hingga kemudian dihardik marah oleh anaknya sendiri dan sejak itu putuslah hubungan relasi bapak-anak.
Barulah ketika Cherry mampir masuk dalam hidupnya, gairah hidup itu meletup kembali. Dan semakin berkobar-kobar setelah merasa ‘terpanggil’ harus melindungi Cherry dari incaran mafia lokal dan mafia Russia.
The Bodyguard saya rasa lebih bicara tentang kehidupan daripada tentang dunia kungfu, meski duel-duel maut juga terjadi di sini sarat dengan adegan mencengangkan. Relasi pribadi antar manusia itulah yang pada akhirnya menentukan kualitas hidup seseorang.
Ding kehilangan gairah hidup,  usai relasi pribadinya diputus secara sepihak oleh anaknya sendiri. Ding kembali bisa menemukan gairah hidupnya lagi, usai membangun relasi antar pribadi dengan Cherry.***

Popular Posts