Resensi Film: “London Has Fallen”, Dendam dan Uang Lumpuhkan London

DALAM kehidupan nyata, ada dua hal yang membuat hidup kita sengsara secara batin. Ketika dendam membelenggu jiwa, maka sepanjang hidup nafsu untuk mencelakakan orang lain itu akan terus menyetir hidup. Pada sisi lain, nafsu keserakahan juga akan membutakan nurani manusia. Ketika hasrat ingin memiliki kekayaan tak terbatas dengan menguasai uang sebanyak-banyaknya, maka di situ nurani menjadi gelap mata. Main tubruk dan tak jarang mengorbankan nyawa teman atau kelompok sendiri pun dianggap ‘halal.
Persis di sinilah, film anyar London Has Fallen mengadopsi dua nafsu manusia di atas. Sekilas, film ini sangat mirip dengan Olympus Has Fallen (2013)  garapan sutradara Antoine Fuqua yang mengambil  setting Gedung Putih dikuasai teroris. Keduanya memboyong para pemain utama yang sama. Hanya saja, London has Fallen (2016),  film besutan sutradara Babak Najafi Karami ini,  serasa lebih menggigit dari sudut cerita dan rentetan dar-der-dor-nya.
Kisah dendam kesumat itu menguasai jiwa Aamir Barkawi (Alon Aboutboul). Ia tidak terima, putrinya yang tengah menikah menjadi korban  serangan drone yang dilancarkan AU Amerika. Karena itu, ketika London tengah berduka karena PM Inggris James Wilson meninggal, serangan mematikan yang sudah lama dia rancang segera dilancarkan oleh para anak buahnya yang menyaru sebagai polisi Scotland Yard dan pengawal Kerajaan Inggris.
Kenapa bisa? Persis di sinilah, kita berkutat dengan apa yang membuat nurani manusia menjadi buta hati. Itulah nafsu akan harta. Manusia menjadi  serakah,  karena iming-iming uang dan ingin menikmati kekayaan dengan cara mengorbankan kawan sendiri. Sosok ini muncul dalam diri Kepala Dinas Intelijen MI5 John Lancaster (Patric Kennedy) yang diujung cerita baru ketahuan oleh Jax, koleganya yang bekerja sebagai analis telik sandi.
Waktu tidak tepat
Presiden AS Benjamin Asher (Aaron Eckhart) bersama kepala Secret Service Mike Banning (Gerard Butler) dan Direktur Lynne Jacobs (Angela Basset) masuk London di waktu yang salah, ketika serangan balas dendam itu terjadi. Barulah di sini, orang menjadi mahfum bahwa London Has Fallen mengikuti drama film eksyen pendahulunya Olympus Has Fallen: serba dar-der-dor dengan tokoh amat sentral tak kenal mati: Mike Banning.
Untuk mereka yang menyukai film dar-der-dor, tentunya London Has Fallen sangat menyenangkan dengan alur cerita yang gampang dicermati ditambah akting yang menawan oleh kedua tokoh kuncinya: Aaron Eckhart dan Gerard Butler. Hanya saja, kalau kita harus melihat kecanggihan dinas intelijen Inggris dan Amerika, maka film ini rasanya banyak kedodoran.
Bagaimana mungkin seorang Presiden AS bisa “ketinggalan kereta” dan kemudian harus lontang-lantung sendirian bersama kepala paspampres-nya menyusuri jantung kota London yang seakan-akan mati karena serangan teroris arahan Barkawi?
Sebaiknya tidak perlu bertanya sampai di situ, karena London Has Fallen memang hanya menyuguhkan kehebatan seorang paspampres. Untuk hal semacam ini, baik London Has Fallen maupun film pendahulunya Olympus Has Fallen memang layak ditonton untuk menghibur diri.***

Popular Posts