Resensi Film: “The 33”, Perjuangan Keluar dari Perut Bumi

DI bagian dalam bumi, tiga puluh tiga (33) penambang terjebak dalam pertambangan emas dan tembaga San Jose, di wilayah dari negara Chile. Karena gerakan bumi maka runtuhlah bongkahan-bongkahan batu gua itu menutupi semua akses lorong keluar dari pertambangan. Akhirnya mereka berada di ruang perlindungan yang berada 700 meter dari permukaan bumi.
Keadaan gunung yang labil memungkinkan terjadinya pergerakan bumi. Keadaan ini membuat nyawa Mario Sepulveda (Antonio Banderas) dan kawan-kawan berada di ujung tanduk. Sialnya, radio penghubung dalam ruang perlindungan untuk menghubungkan mereka dengan pihak luar ternyata rusak. Juga tangga keluar darurat belum diselesaikan. Persediaan makanan hanya cukup untuk tiga (3) hari. Semua itu membuat tiga puluh tiga Penambang yang terjebak memiliki harapan tipis untuk bertahan hidup lebih lama.
Sementara itu di permukaan bumi, di halaman pertambangan San Jose, ratusan orang, mereka adalah keluarga para penambang yang terjebak, berharap dan berdoa tak kunjung putus untuk keselamatan keluarga mereka. Mereka pun nyaris kehilangan harapan bahwa tiga puluh tiga orang yang mereka kasihi masih mampu hidup selama lebih dari tiga hari.
Kurang lebih demikian gambaran film The 33 yang dibintangi oleh Rodrigo Santoro, James Brolin, Lou Diamond Philip. Dua dunia tersebut dengan caranya masing-masing memupuk keyakinan akan keselamatan.
Leadership
Film drama yang diangkat dari kisah nyata kecelakaan di pertambangan ini menyuguhkan pentingnya pemimpin. Sangat umum bahwa dalam situasi darurat orang kebanyakan kehilangan arah dan menjadi brutal demi mempertahankan hidupnya.
Namun justru secara natural, muncullah pribadi-pribadi seperti Mario Sepulveda dan Maria Segovia (Juliette Binoche) untuk menjaga api harapan dan menggerakkan jiwa-jiwa terus memiliki keyakinan. Mereka inilah yang membuat manusia tidak kehilangan harapan dan menjadi brutal.
Melalui dua tokoh ini, kita mengenal bahwa pemimpin dapat melampaui perhitungan manusiawi. Biasanya setelah tiga hari, para penambang yang terperangkap di pertambangan akan dianggap sudah mati dan saatnya tiba setelah tiga hari diratapi dengan hadiah batu nisan. Tetapi keduanya baik Mario dan Maria, mampu memberi visi agar semua orang tidak terfokus pada kematian melainkan kehidupan.
Visi inilah yang membuat tiga puluh tiga penambang memiliki ekstra nyawa dan rela memangkas egoisme demi pertemuan yang indah dengan keluarga mereka. Juga Maria berhasil meyakinkan pihak pemerintah dan masyarakat untuk tidak putus asa menggali gua tersebut. Alhasil selama lebih dari dua bulan, keluarlah para penambang itu dari perut bumi. Semua hidup dan memulai hidup baru sebagai orang-orang yang telah diselamatkan.
Menyaksikan film ini akan membangkitkan rasa kagum akan kekuatan harapan dan kerelaan mematahkan penjajahan egoisme. Jika dua hal tadi terjadi, seseorang akan mampu bertahan kendati dalam keadaan yang sepertinya tanpa jalan keluar.***

Popular Posts