Spiritualitas Ignatian: Latihan Rohani

Ignatius de Loyola memanglah seorang mantan perwira Spanyol. Namun itu cerita usang sebelum akhirnya dia bertobat, berbalik arah (metanoia) dan mulai menekuni hidup religius usai mengalami konflik batin selama menjalani rawat inap gara-gara kakinya terserempet pelor meriam.
Di kemudian hari, konflik batin dan pengalaman-pengalaman rohani itulah yang kemudian dia tulis dan ringkaskan dalam sebuah buku berjudul “Latihan Rohani” atau resminya sesuai bahasa gaul waktu itu adalah Exercitia Spiritualia.
Latihan Rohani atau Exercitia Spiritualia yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagaiSpiritual Exercises memang identik dengan Santo Ignatius de Loyola, pendiri Ordo Religius Serikat Yesus atau akrab dipanggil Yesuit. Latihan Rohani dan Ignatius bak dua sisi mata uang. Ignatius ya Latihan Rohani; Latihan Rohani tak mungkin bisa dilepaskan dari penulisnya yakni Ignatius de Loyola.
Apakah itu “Latihan Rohani”
Secara singkat, Latihan Rohani adalah buku berisi pengalaman batin dan pengolahan rohani Santo Ignatius de Loyola. Kalau di kemudian hari menjadi sebuah program bimbingan rohani, maka Latihan Rohani dalam konteks ini harus dimengerti sebagai  kegiatan khalwat dimana kita tengah menjalani kegiatan rohani di bawah bimbingan seorang spiritual guna menata hidup batin kita menuju arah yang lebih baik dan benar.
Secara prinsipiil, Latihan Rohani resminya berlangsung dalam waktu kurang lebih 30 hari. Ini sering disebut sebagai Retret Agung dimana kita yang menjalani hari-hari khalwat ini bersama pembimbing rohani  berpengalaman menata hidup kita selama 30 hari dalam suasana hening dan menjalani hari-hari itu hanya dengan doa dan laku tapa.
Namun ada “program singkat” Latihan Rohani yang disebut Octiduum yakni retret selama 8 hari penuh dengan tetap mengikuti dinamika latihan rohani sesuai petunjuk buku Latihan Rohani.
Sikap lepas bebas
Di sini kita diperkenalkan dengan sikap batin baru yakni semangat tidak mau terikat oleh apa pun yang dalam bahasa Spiritualitas Ignatian sering disebut sebagai sikap lepas bebas (indifferent). Agar kita menjadi lebih “rohani”, maka kita diajak untuk berani bersikap dan bersemangat lepas bebas terhadap semua sarana dan dihantar bagaimana seharusnya memilih sarana-sarana tertentu namun yang lebih mendukung ke arah tujuan hidup manusia.
Empat “Minggu”
Menjalani khalwat dengan metode Latihan Rohani membawa kita pada perkenalan dengan istilah paling populer di Exercitia Spiritualia ini yakni minggu. Perjalanan khalwat selama 30 hari itu dilakukan dalam empat tahapan yang disebut minggu.
Yang dimaksud dengan istilah minggu ini bukanlah hitungan kalender, namun merupakan tahap-tahapan perjalanan rohani dari satu etape menuju etape selanjutnya. Jadi, mulai dari Minggu Pertama, Minggu Kedua, Minggu Ketiga, dan akhirnya Minggu Keempat yang secara keseluruhan memang memakan waktu kurang lebih selama 30 hari.
Proses perjalanan rohani itu dibuka dengan apa yang disebut dengan renungan pendahuluan tentang Asas dan Dasar atau lazim disebut Principium et Fundamentum. Kita diajak merenungkan dalam cahaya iman tentang apa dan tujuan hidup ini. Mengapa Tuhan menciptakan kita dan apa tujuan hidup kita selama meniti hari-demi-hari di dunia profan ini.
Lalu berlanjut memasuki Minggu Pertama yakni serangkaian renungan tentang hakikat dosa dan kerahiman Tuhan. Berikut adalah Minggu Kedua yang berisi serangkaian renungan biblis tentang kisah mengikuti Yesus. Baru kemudian masuk Minggu Ketiga dimana para peserta khalwat diajak merenungkan passio yakni Kisah Sengsara Yesus untuk kemudian berakhir pada Minggu Keempat tentang peristiwa Yesus yang mulia dengan kebangkitan-Nya.
Retret akhirnya ditutup dengan kontemplasi agar peserta khalwat diajak kembali “turun ke lapangan” masuk ke dalam kehidupan nyata untuk mulai sekarang hidup berbakti kepada Tuhan dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan kasih.
“Minggu Pertama”
Kita diajak  menyadari situasi keberdosaan kita sebagai manusia yang lemah dari segala godaan akan tahta, kemakmuran dan wanita. Meski demikian, retret juga mengajak kita menyadari bagaimana Tuhan tetap mencintainya kita kendati berdosa.
Diharapkan dalam permenungan-permenungan selama Minggu Pertama ini, kita tidak hanya dibawa pada kesadaran akan dosa dan segala akibatnya. Lebih dari itu, kita dituntun oleh Roh Kudus untuk meningkatkan kesadaran batin yang mendalam akan cinta kasih Tuhan. Kesadaran ini menjadi landasan kuat untuk memasuki tahapan berikutnya yakni Minggu Kedu yakni berani menjawab ajakan dan panggilan Tuhan.
“Minggu Kedua”
Pada tahapan ini, kita dituntun oleh romo pembimbing untuk merenungkan hidup Yesus secara historis sebagai manusia. Ajakan ini didasari pada visi Yesus yang memanggil manusia untuk mewartakan Kerajaan Allah di dunia. Jalan yang ditempuh dalam pergumulan ini adalah jalan kemiskinan, kerendahan hati, berani derita demi melawan “kerajaan setan”. Jika orang sungguh mau berjuang, ia juga siap untuk menderita bersama Yesus. Kesiapan batin ini menjadi modal dasar untuk memasuki tahapan berikutnya.
“Minggu Ketiga”
Kita diajak melalui bimbingan intensif romo pembimbing rohani untuk kembali menyadari bahwa salib dan penderitaan adalah konsekuensi tak terelakkan dari pilihan hidupnya untuk mengikuti Yesus. Dengan memasuki dinamika perasaan akan penderitaan, orang juga akan siap masuk dalam kemuliaan dan kegembiraan Yesus yang dijanjikan pada tahan berikutnya.
“Minggu Keempat”
Kita diajak berkontemplasi mengenai peristiwa kebangkitan Yesus dari alam maut. Permenungan ini membawa kita pada sebuah harapan, mengikuti Yesus tidak berhenti pada salib melainkan kebangkitan.
Latihan Akhir
Sebelum kita merampungkan retret, maka muncullah pertanyaan penting: bagaimana kita harus hidup selanjutnya?  Latihan ini menjadi semacam “jembatan” agar kita bisa kembali  ke realitas hidup yang  nyata namun dengan membawa semangat baru yakni kasih.
Ignatius de Loyola melalui Latihan Rohani menuntun ke arah melalui Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta.  Di sini orang dilatih untuk merasakan dalam iman bahwa segala sesuatu merupakan pancaran kasih Tuhan. Dengan demikian, orang diharapkan mampu menemukan Tuhan dalam segala hal; Tuhan yang tak lain adalah Sang Kasih itu sendiri. Dengan demikian, manusia diharapkan mau menyerahkan diri untuk diuasai oleh cinta Allah.***
Baca juga Spiritualitas Ignatian: 5 Ciri Pendidikan Jesuit

Popular Posts