Resensi Film: "Tokarev", Terlambat Putuskan Rantai Kematian
TOKAREV atau TT merupakan jenis pistol yang dikembangkan oleh Fedor Tokarev. Senjata api semi otomatik ini mulai dipakai oleh Pasukan Soviet dalam Perang Dunia II. Penampilannya manis dan enak digenggam. Tetapi sangat mematikan.
Peluru Tokarev itulah yang bersarang di kepala Caitlin. Itu pulalah yang menjadi alasan Paul dan teman-temannya untuk menghabisi gerombolan geng yang berbau Rusia di Alabama. Pasalnya Paul kecewa dengan usaha pihak yang berwajib dalam mengusut kematian putrinya. Kematian Caitlin, anak semata wayang tidak bisa tidak membawa Paul dan dua temannya turun ke jalan dan secara keji membunuh.
Ketiga orang ini sebenarnya telah bertobat dari dunia gelap. Hidup mereka mapan sebagai usahawan. Secara sosial mereka memiliki tempat. Namun rupanya dendam menggeliat seperti naga kelaparan. Tak bisa dicegah.
Spekulasi tentang siapa yang membunuh Caitlin lahir dari pengalaman masa lalu mereka. 20 tahun sebelumnya, Paul Maguire (Nicolas Cage), Kane (Max Ryan) dan Danny (Michael McGrady) menghabisi seorang anggota geng Rusia di Alabama. Berangkat dari premis pembunuhan atas anggota geng Rusia, maka tiga orang ini menjatuhkan tuduhan bahwa kematian Caitlin berkaitan dengan pembalasan dendam geng Rusia. Paul mengibarkan bendera perang dengan orang Rusia.
Sebelum pembantaian demi pembantaian terjadi, nabi perdamaian dihadirkan untuk menubuatkan bahwa dendam adalah awal dari kehancuran. O’Connell (Peter Stormare) mantan bos Paul berbincang-bincang dengan Paul tentang menerima kenyataan. Ia berkali-kali menekankan agar Paul mengubur rasa marah dan dendam itu bersama kematian Caitlin. O’Connell memberi kesaksian bahwa dendam hanyalah pintu dari sebuah dendam yang lain. Hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi tak pernah membawa kedamaian.
Mgr. Dom H. Camara
Kisah film ini mengingatkan penonton pada gagasan Dom Hélder Câmara’s tentang spiral kekerasan.
Kurang lebih gagasannya demikian, “Kengawuran penguasa dalam menjalankan amanat rakyat akan meninggalkan kecewaan pada rakyat. Saat rakyat menyerukan kekecewaannya kepada penguasa dengan turun ke jalan, yang terjadi ialah penguasa menyambutnya dengan tindakan represif. Akibat dari tekanan itu terjadilah perlawanan dan pemberontakan. Terus rantai ini akan memanjang dan mengulang hal yang sama.”
Bukan hanya dalam level masyarakat atau negara, tetapi rantai kekerasan dalam level personal pun bisa terjadi seperti yang dialami dalam film Tokarev yang kemudian diberi judul baru Rage. Rantai kekerasan ini harus diputus dengan pengampunan dan kasih. Lalu jalan dialog dengan damai diutamakan.
Tetapi dalam film arahan Paco Cabezas, semuanya tetap berjalan seperti hukum mata ganti mata. Pengampunan dan kasih justru akan menampilkan sisi kelemahan seorang manusia. Apalagi Paul Maguire mantan preman, tidak pada tempatnya kalau dia hanya diam saja atas kematian putrinya. Peperangan antar gang tersebut merupakan jalan satu-satunya.
Sampai perlahan-lahan misteri kematian Caitlin tersingkap. Bahwa sebenarnya kisah kematiannya hanyalah akal-akalan kedua teman Caitlin yakni Evan (Jack Falahee) dan Mike (Max Fowler). Tiga remaja ini lepas kontrol ketika bermabuk ria. Mereka bermain senjata api. Salah satunya adalah TT yang dipakai oleh Paul untuk membunuh seorang anggota gang Rusia 20 tahun yang lalu. Evan tanpa sengaja melepaskan tembakan Tokarev tepat ke kepala Caitlin. Kemudian Evan dan Mike merangkai cerita bohong tentang segerombolan orang penculik untuk menutupi fakta.
Namun kebenaran itu tetap datang walau muncul kemudian ketika nasi telah menjadi bubur. Kebenaran tersingkap setelah darah berceceran kemana-mana. Dendam yang sifatnya meletup-letup dan instant selalu lebih dahulu menguasai manusia ketimbang kebenaran yang sifatnya tenang dan membutuhkan proses.
Di penghujung cerita, Paul akhirnya mengakui masa lalunya, bahwa dia telah membunuh. Dialah yang memulai rantai kematian ini. Itulah kebenaran.
Seperti yang dinubuatkan oleh O’ Connell, dendam hanyalah pintu dari sebuah dendam yang lain. Hukum mata ganti mata, gigi ganti gigi tak pernah membawa kedamaian.***
Baca juga Resensi Film: “Tarzan, The Legend Starts Here”, Orang Hutan Penyelamatan Lingkungan
Baca juga Resensi Film: “Tarzan, The Legend Starts Here”, Orang Hutan Penyelamatan Lingkungan