Resensi Film: “The Forgotten”, Nurani Perempuan Kehilangan Anak

NAMANYA Telly Paretta (Julianne Moore). Ia seorang perempuan yang teramat gelisah. Sebagai seorang ibu dari seorang bocah lelaki, Telly merasa dunianya sebagai seorang perempuan menjadi absurd. Ia pernah mengandung, melahirkan bayi lelaki dan kemudian mengasuhnya hingga menjelang remaja.
Semua kenangan itu terekam jelas di lubuk sanubarinya sebagai seorang perempuan: bangga pernah mengandung, melahirkan, dan tentunya memiliki anak. Itulah kehormatan seorang perempuan, begitu kata-kata itu begitu membekas dalam kesadarannya.
Namun itu dulu. Sekarang, hari-harinya muram karena tiba-tiba saja kehadiran bocah lelaki anaknya itu hilang ditelan “sejarah”. Hidupnya menjadi berantakan dan menjadi murung.
Yang namanya sejarah selalu ditarik dari sebuah fakta riil. Namun, “sejarah” hilangnya Sam Paretta dari pelukan Telly tak bisa dia ‘buktikan’ sebagai sebuah kebenaran faktual riil. Dan itulah yang paling menyulitkan, ketika dia tidak bisa membuktikan bahwa kenangan akan Sam itu benar-benar eksis dan bukan sebuah absurditas kosong.
Untuk mengikis keraguan itu, Telly berkonsultasi dengan psikiatris Dr. Munce (Gary Sinise). Namun, lagi-lagi dokter ahli penyakit jiwa itu malah mengatakan, kenangan akan anaknya bernama Sam itu tak lebih sebuah halusinasi. Nah, bagaimana bisa membuktikan halusinasi itu sebagai sebuah kenyataan?
Inilah asyiknya psychological thriller buatan Hollywood dengan judul The Forgotten.
Semuanya jadi ‘terlupakan’ karena semua data memori sudah dihapus dari sejarah kesadaran manusia. Ternyata, Telly Paretta tidak sendirian. Di ujung sana juga ada Ash (Dominic West) yang juga telah dihinggapi amnesia akut hingga sama sekali kehilangan memori sejarah atas keberadaan putrinya.
Sam dan putri Ash –ketika masih ‘hidup’ dalam sejarah—dulunya saling kenal dan bahkan mereka sering bermain bersama. Bahkan, mereka berdua bersama-sama naik sebuah pesawat QuestAir yang misterius.
Lalu setelah itu, mereka berdua lenyap seperti ditelan sejarah.
Baik Telly maupun Ash juga lalu dihinggapi amnesia akut. Tak tanggung-tanggung,  Jim (Anthony Edwards) –suami Telly—malah dengan sarkastik menyebut istrinya hidup dalam dunia awang-awang. Serba mengkhayal dan tidak riil. Halusinasi tingkat tinggi.
Usut punya usut, ternyata hilangnya kedua anak remaja itu terjadi karena sebuah projek percobaan rahasia mengenai gen manusia yang dilakukan pihak militer AS. Maka ketika pasangan Telly dan Ash mulai menyadari keberadaan mereka dan mendapatkan kembali kotak memori kesadaranya, mereka jadi target buruan FBI dan National Security Agency (NSA).
Tak perlu pakai banyak tembakan untuk melahirkan suspense di The Forgottten ini.Suspense ini justru dibangun melalui dialektika sadar-tidak sadar-absurd-riil yang terus-menerus menjadi dinamika eksistensi Sally dan Ash.
The Forgotten berakhir dengan happy ending, ketika Sam bersama Telly berhasil menemukan kembali kedua anaknya setelah melalui perjuangan panjang melawan amnesia mereka. Kegembiraan Telly adalah harga diri perempuan karena dia pernah mengandung, melahirkan, dan punya anak.***
Baca juga Resensi Film: “Hanna”, Gadis Belia Jadi Mesin Pembunuh

Popular Posts