Esai Bahasa: Bahasa Indonesia yang Kalah di Negeri Sendiri


Sumpah Pemuda yang telah dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 mendeklarasikan tiga hal penting, yakni tentang bertumpah darah, berbangsa dan berbahasa satu, yakni Indonesia. Namun ada satu hal yang patut untuk diprihatinkan sekarang dari Sumpah Pemuda tersebut, yakni pudarnya Bahasa Indonesia di negaranya sendiri sehingga mengingkari apa yang telah disemangati para pemuda seabad silam. 
Pudarnya Bahasa Indonesia di negaranya sendiri merupakan sebuah hal yang patut menjadi perhatian khusus. Jika Bahasa Indonesia dibiarkan untuk terus digeser oleh bahasa-bahasa lainnya, maka otomatis Bahasa Indonesia tidak akan pernah lagi dikenal oleh para generasi penerus. 
Presiden pun demikian
Fenomena ini pun merembet sampai di kalangan pemerintahan, bahkan Presiden SBY pun nampak sudah mulai mengenyampingkan penggunaan Bahasa Indonesia yang notabenenya akan lebih banyak dimengerti oleh berbagai lapisan masyarakat. 
Pada Oktober 2009, Presiden menyelenggarakan sebuah pertemuan dengan para menterinya untuk membahas program kerja Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang dibentuknya. Meskipun hanya dilakukan di kalangan orang-orang Indonesia sendiri, namun nama pertemuan ini harus menggunakan bahasa asing, yakni National Summit
Selanjutnya pada tanggal 8 Desember 2009, saat Presiden memberikan sebuah pidato dalam rangka memeringati hari antikorupsi internasional, beliau pun melakukan hal yang sama, yakni menggunakan kata-kata dalam Bahasa Inggris, seperti corruptors fight back, asset recovery, dan extraordinary crime
Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa seorang dengan kapasitasnya sebagai orang nomor satu di Indonesia malah harus terlihat seperti mengingkari apa yang telah disumpahkan oleh para generasi pendahulunya? Apakah hal itu memang murni sebuah keterpaksaan atau karena demi peningkatan citra semata?
Penyerapan bahasa asing
Dalam Bahasa Indonesia, ada tiga aturan dalam melakukan penyerapan bahasa asing agar bisa diperlakukan sebagai Bahasa Indonesia. Pertama, karena dalam Bahasa Indonesia memiliki arti yang sangat panjang. Kedua, karena tidak ada padanan kata dalam Bahasa Indonesia itu sendiri. Ketiga, karena jika diartikan dalam Bahasa Indonesia akan bermakna negatif. 
Jika kita menerapkan aturan-aturan ini dalam penggunaan kata-kata SBY, maka akan nampak jelas bahwa sebenarnya kata-kata tersebut tidak seharusnya ditulis atau diucapkan dalam bahasa asing. National Summit misalnya, bisa digantikan dengan Rapat Kerja Kabinet. Selain itu, frase seperti corruptors fight back seharusnya bisa diganti dengan frase korupsi yang kembali menyerang, asset recovery bisa digantikan dengan pemulihan aset. Begitu juga dengan kejahatan luar biasa yang dapat menggantikan frase extraordinary crime.

Sosialisasi
Entah apa penyebabnya, namun dalam darah masyarakat Indonesia sekarang ini nampak muncul sifat rendah diri ketika harus menggunakan Bahasa Indonesia. Sebaliknya, jika kita bisa menggunakan bahasa asing, maka kita akan bisa merasa lebih hebat dan berada pada kasta yang lebih tinggi dari yang lainnya. Maka dari itu, bukanlah sebuah hal yang mengagetkan jika para orang tua sekarang lebih suka untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah internasional dari kecil hanya agar anak-anaknya mahir berbahasa Inggris dan bahasa asing lainnya. Alhasil, mereka tidak akan mengenal bahasa ibu mereka sendiri, Bahasa Indonesia. 
Bahasa Indonesia yang nampak mulai kalah dalam pertempuran di rumahnya sendiri kini membutuhkan banyak dukungan. Salah satu caranya adalah melalui media massa. Media massa sebagai sumber informasi bagi masyarakat harus bisa menyosialisasikan penggunaan Bahasa Indonesia dan tidak ikut terjerumus dalam penggunaan bahasa-bahasa asing yang tidak perlu. 
Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan terus menggalakkan penggunaan Bahasa Indonesia, bahkan di sekolah internasional sekalipun. Hal ini diperlukan agar anak-anak Indonesia tidak kehilangan bahasa ibu mereka sendiri.
Selanjutnya yang terpenting adalah bagi mereka yang duduk di kursi pemerintahan tidak lagi menggunakan istilah-istilah asing ketika berbicara di depan umum. Jika pemimpinnya saja tidak menghargai Bahasa Indonesia, bagaimana bisa Bahasa Indonesia dilestarikan? 
Belajar sebuah bahasa asing memang bukanlah kesalahan, namun hal itu sebatas untuk berkomunikasi dengan orang luar dan pengetahuan tambahan. Akan menjadi sebuah kesalahan ketika bahasa tersebut digunakan pada saat-saat yang sebenarnya tidak diperlukan, apalagi jika sampai membunuh bahasa asli kita sendiri yang seharusnya bisa kita banggakan.[***]
Baca juga Esai Bahasa: “Bahasa Indonesia” Bahasa Tersulit ke-3 di Asia dan 15 di Dunia

Popular Posts