UNTUK ANAK DAN DEWASA RENTAN
Langkah Paus Fransiskus membela martabat korban dan Gereja Universal
Sahabat-sahabat terkasih dalam Kristus,
Di sore ini, sembari mendaraskan Rosario menapaki bulan Mei bersama Bunda kita, kita akan menatap satu babak kelam dalam sejarah Gereja kita: pelecehan seksual terhadap anak-anak dan orang dewasa rentan. Kejahatan yang bukan hanya menghancurkan martabat pribadi para korban, tetapi menggerogoti Gereja itu sendiri, meninggalkan bekas luka yang tak terhapuskan. Konon, tugas ini telah sejak semula menjadi “tugas” bagi kepemimpinan Paus Fransiskus sendiri. Untuk memahami arti penting langkah-langkah Paus, kita perlu sejenak menoleh ke belakang.
Sebelum Jorge Mario Bergoglio menduduki Takhta Petrus, isu pelecehan seksual telah menjadi krisis yang mengguncang pondasi institusi Gereja Katolik. Laporan-laporan dari berbagai belahan dunia mengungkap pola penyembunyian, kurangnya akuntabilitas, dan penanganan yang sering mengecewakan para korban. Budaya menutup-nutupi, kekhawatiran akan skandal, dan lemahnya mekanisme efektif untuk menindaklanjuti kasus, menciptakan lingkungan yang permisif bagi para pelaku dan menyengsarakan para korban. Suara-suara para penyintas terabaikan, keadilan hanya samar-samar terdengar.
Langkah-langkah Bapa Suci
Terpilihnya Paus Fransiskus membawa angin perubahan. Ia sejak awal mengambil langkah-langkah bukan hanya untuk menangani, melainkan menata sistem agar kejahatan tersebut dapat dilenyapkan (semoga!) dari dalam Gereja Universal. Langkah-langkah sistematis dan runtut yang diambil Paus dapat diringkas sebagai berikut:
a. Pengakuan dan Permintaan Maaf Awal: Sejak awal pontifikatnya pada Maret 2013, Paus Fransiskus secara terbuka mengakui skandal pelecehan seksual dan menyampaikan permintaan maaf kepada para korban. Tindakan ini dilakukan dalam berbagai konteks, termasuk homili, audiensi umum, dan konferensi pers.
b. Pembentukan Ponntificia Commissio pro Tutela Minorum (Komisi Kepausan untuk Perlindungan Anak di Bawah Umur), 22 Maret 2014. untuk memberikan masukan pada Paus dan Kuria Roma tentang perlindungan anak dan dewasa rentan, dan mengembangkan inisiatif untuk pertanggungjawaban dan transparansi. Komisi terdiri dari para ahli dari lintas disiplin ilmu (psikologi, hukum, teologi, pendidikan), hingga korban pelecehan seksual untuk memastikan perspektif mereka juga menjadi pertimbangan. Sejak 5 Juni 2022, dengan pemberlakuan Konstitusi Apostolik Praedicate Evangelium, ia terintegrasi ke Dikasteri untuk Ajaran Iman (Dicastery for the Doctrine of the Faith). meski di bawah Dikasteri, Komisi tetap memiliki otonomi dan Ketua yang ditunjuk langsung oleh Paus.
c. Surat Apostolik Come una madre amorevole (Seperti Seorang Ibu yang Penuh Kasih Sayang): Motu Proprio terbit 4 Juni 2016, dan secara spesifik membahas tanggung jawab uskup dalam kasus pelecehan seksual oleh klerus di bawah yurisdiksi mereka. Surat ini menetapkan norma baru yang memungkinkan pencopotan seorang uskup dari jabatannya jika terbukti lalai dalam melaksanakan tugasnya melindungi anak dan rentan, atau jika mereka tidak bertindak dengan kehati-hatian dalam menangani kasus pelecehan. Dokumen ini juga menguraikan proses investigasi dan pengambilan keputusan dalam kasus dugaan kelalaian uskup.
d. Vos Estis Lux Mundi (Kalian adalah Terang Dunia): Motu Proprio ini diterbitkan 9 Mei 2019 dan mulai berlaku 1 Juni 2019. Vos Estis Lux Mundi menetapkan prosedur universal pelaporan dugaan pelecehan seksual atau kekerasan klerus dan anggota lembaga hidup bakti, juga untuk menangani kasus-kasus kelalaian oleh para uskup dalam menangani kasus pelecehan. Surat ini menjadi langkah fundamental dalam menciptakan standar dan prosedur yang seragam di seluruh Gereja, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
e. Revisi Buku VI Kitab Hukum Kanonik yang mengatur hukum pidana Gereja, diumumkan 1 Juni 2021 dan mulai berlaku 8 Desember 2021. Isinya tentang pembaharuan hukum pidana Gereja, termasuk kejahatan terhadap martabat manusia dan kejahatan seksual. Juga Memperjelas definisi kejahatan seksual dan memperluas cakupannya ke berbagai bentuk pelanggaran pada anak di bawah umur dan dewasa rentan. Peningkatan sanksi bagi pelaku pelecehan dan bagi mereka yang melindungi/menutupi kasus tersebut. Revisi juga menekankan pentingnya langkah pencegahan.
f. Pembentukan Servizio per la Tutela dei Minori (Kantor untuk Perlindungan Anak di Bawah Umur dan Dewasa Rentan): 24 Februari 2022, di dalam Dikasteri untuk Ajaran Iman. Penempatan kantor ini dalam Dikasteri doktrinal menunjukkan sentralitas isu perlindungan dalam ajaran dan praktik Gereja. Kantor ini bertugas mempromosikan dan mengawasi kebijakan perlindungan di seluruh Gereja, memberikan bantuan konferensi waligereja dan keuskupan, serta menangani kasus-kasus pelecehan yang kompleks. Pembentukan kantor ini menginstitusionalisasikan upaya perlindungan di tingkat Kuria Roma.
g. Arahan dan Pedoman dari Kongregasi: Berbagai Kongregasi di Vatikan (seperti Kongregasi untuk Klerus, Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik) mengeluarkan arahan, surat edaran, dan pedoman yang bertujuan membantu keuskupan dan lembaga hidup bakti dalam menerapkan kebijakan perlindungan yang efektif dan meningkatkan formasi para calon imam dan religius terkait isu ini.
h. Pertemuan Berkelanjutan Paus Fransiskus dengan Korban: baik secara pribadi maupun dalam kelompok, sejak awal pontifikatnya Paus mengadakan banyak pertemuan pribadi dengan para korban dari berbagai negara, mendengarkan kisah mereka secara langsung, menyampaikan permintaan maaf, dan menawarkan dukungan spiritual dan pastoral. Beliau juga bertemu dengan kelompok-kelompok korban selama kunjungan apostolik ke berbagai negara dan di Vatikan.
i. Seruan untuk Transparansi dan Kerja Sama: Paus Fransiskus konsisten menyerukan transparansi penanganan kasus pelecehan dan mendorong kerja sama antara otoritas Gereja dan otoritas sipil yang berwenang. Dalam berbagai pidato, homili, dan surat, beliau menekankan pentingnya keterbukaan menghadapi masa lalu dan membangun kepercayaan di masa depan.
Prinsip-prinsip Kunci
Langkah-langkah di atas didasari prinsip-prinsip kunci. Secara keseluruhan ia jelas bukan sebuah respons reaktif, melainkan upaya transformasi sistemik dalam tubuh Gereja yang didasari oleh prinsip-prinsip kunci yang berakar pada Injil dan kemanusiaan:
a. Vox Victimae, Vox Dei (Suara Korban adalah Suara Tuhan): Prinsip utama yang mendasari seluruh pendekatannya adalah menempatkan korban di pusat perhatian. Beliau menegaskan pentingnya mendengarkan mereka, seperti yang beliau sampaikan dalam Surat kepada Umat Allah (_Lettera del Santo Padre Francesco al Popolo di Dio, 20 Agustus 2018): "Jika satu anggota menderita, semua anggota menderita bersamanya (1 Kor 12:26). Dengan rasa malu dan penyesalan, sebagai komunitas Gerejawi, kita mengakui bahwa kita tidak mampu berada di tempat yang seharusnya, untuk bertindak dengan tepat waktu, menyadari besarnya dan keseriusan kerusakan yang telah dialami oleh begitu banyak korban."_
b. Veritas Liberabit Vos (Kebenaran Memerdekakan Kamu): Paus Fransiskus menyadari bahwa penyembuhan hanya mungkin terjadi dalam terang kebenaran. Beliau mendorong transparansi dalam penanganan kasus, menyerukan pengungkapan fakta secara penuh, dan menolak segala bentuk penyembunyian atau minimalisasi. Dalam pidatonya pada pertemuan para uskup tentang perlindungan anak di bawah umur (“Meeting on the Protection of Minors in the Church" 21-24 Februari 2019), beliau menyatakan: "Mari kita jadikan jelas bahwa di hadapan kejahatan-kejahatan ini tidak ada ruang untuk kompromi. Gereja tidak akan pernah berusaha untuk menutupi atau meremehkan kasus pelecehan."
c. Iustitia Fundamentum Regni (Keadilan adalah Fondasi Kerajaan): Beliau memahami bahwa kepercayaan hanya dapat dipulihkan melalui keadilan bagi para korban dan akuntabilitas bagi para pelaku serta mereka yang melindungi mereka. Langkah-langkah hukum yang tegas menjadi pilar utama dalam membangun kembali keadilan. Dalam Surat Apostolik Come una madre amorevole (2016), beliau menekankan tanggung jawab uskup dan kemungkinan pemberhentian jabatan karena kelalaian.
d. Preventio Est Melior Quam Curatio (Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati): Selain menangani luka masa lalu, Paus Fransiskus juga memberikan perhatian besar pada pencegahan agar tragedi serupa tidak terulang kembali. Ini tercermin dalam penekanan pada formasi yang lebih baik dan seleksi yang ketat, yang diatur dalam berbagai arahan dari Kongregasi untuk Klerus dan Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik.
e. Universalis Ecclesiae, Universalis Cura (Gereja Universal, Kepedulian Universal): Beliau menyadari bahwa krisis ini bersifat global dan membutuhkan respons yang terpadu dan universal dari seluruh Gereja Katolik di berbagai belahan dunia. Penerbitan Vos Estis Lux Mundi (2019) yang berlaku untuk seluruh Gereja adalah bukti prinsip ini.
Pendekatan yang dipakai
Untuk mewujudkan prinsip-prinsip ini, Paus Fransiskus mengambil pendekatan utama yang komprehensif:
a. Reformasi Hukum yang Radikal: Beliau menggunakan otoritasnya untuk merevisi Kitab Hukum Kanonik dan mengeluarkan Motu Proprio seperti Vos Estis Lux Mundi (2019), yang menetapkan prosedur universal untuk melaporkan dan menyelidiki kasus pelecehan. Artikel 1 dokumen ini secara eksplisit menyatakan tujuannya untuk "menentukan prosedur untuk melaporkan dugaan pelecehan seksual atau kekerasan oleh para klerus." Revisi Buku VI Kitab Hukum Kanonik (2021) juga memperkuat kerangka hukum pidana Gereja terkait kejahatan seksual.
b. Pembentukan Struktur Perlindungan yang Solid: Paus Fransiskus membentuk badan-badan khusus seperti Komisi Kepausan untuk Perlindungan Anak di Bawah Umur (2014). Statuta komisi ini menjelaskan misinya untuk "memberikan nasihat kepada Paus dan mempromosikan praktik terbaik" dalam perlindungan anak di bawah umur dan orang dewasa rentan. Pembentukan Servizio per la Tutela dei Minori e delle Persone Vulnerabili (2022) di dalam Dikasteri untuk Ajaran Iman juga menunjukkan penguatan struktur di tingkat pusat Gereja.
c. Pendekatan Pastoral yang Empatik dan Mendengarkan: Beliau secara pribadi bertemu dengan para korban, mendengarkan kisah mereka dengan penuh empati, dan meminta maaf atas nama Gereja. Dalam Surat kepada Umat Allah (2018), beliau menulis: "Saya menyadari bahwa tidak ada kata yang cukup untuk mengungkapkan kengerian atas apa yang telah terjadi dan penderitaan yang telah dialami oleh begitu banyak orang."
d. Seruan Transparansi dan Akuntabilitas yang Tegas: Melalui berbagai pidato dan surat, Paus Fransiskus secara terbuka mengakui kesalahan Gereja, mengutuk tindakan pelecehan, dan menyerukan transparansi dalam penanganan kasus serta akuntabilitas bagi para pelaku dan mereka yang melindungi mereka. Dalam pidatonya pada pertemuan para uskup (2019), beliau menekankan "perlunya transparansi dalam segala hal."
e. Promosi Kerja Sama dan Jaringan Dukungan: Meskipun tidak ada satu dokumen yang secara eksplisit merinci seluruh pendekatan ini dalam satu kutipan, semangat kerja sama dengan otoritas sipil ditekankan dalam Vos Estis Lux Mundi, yang mendorong pelaporan kepada "otoritas sipil yang berwenang" (Artikel 1).
f. Fokus pada Formasi dan Pendidikan yang Berkelanjutan: Paus Fransiskus menekankan pentingnya formasi yang lebih baik, seperti yang sering beliau sampaikan dalam berbagai audiensi kepada para formator dan seminaris. Arahan dari Kongregasi untuk Klerus juga menekankan pentingnya integrasi materi perlindungan dalam kurikulum formasi.
Langkah-langkah Paus Fransiskus menunjukkan pemahaman akan kompleksitas masalah ini. Dimensi teologis dan etis, hukum sipil dan kanonik, pastoral dan psikologis, hingga sosial budaya harus dituntaskan. Kerja-kerja Bapa Suci memang belum selesai. Belum semua keuskupan, lembaga Gereja, hingga organisasi Katolik memiliki protokol perlindungan anak dan dewasa rentan. Belum semua yang memiliki Protokol sungguh punya daya untuk menghidupinya. Menjadi tugas kita untuk terus mewujudkannya.
Semoga catatan sore hari ini terus mendorong kita untuk memperjuangkan keadilan dan martabat manusia, juga transformasi terus-menerus dari Gereja Kita untuk makin baik adanya. Bersama jejak langkah, semangat, doa, dan berkat Paus Fransiskus, mari kita duduk bersama.
Jabat erat,
Cyprianus Lilik K. P. senandungkopihutan@gmail.com
Disclamer: Tulisan ini diolah dari berbagai sumber dan bantuan AI
*Dari Sejarah: Pekan Laudato Si' adalah perayaan tahunan yang diselenggarakan oleh gerakan Laudato Si' dan umat Katolik di seluruh dunia untuk memperingati dan menginternalisasi pesan dari ensiklik Laudato Si' karya Paus Fransiskus. Tahun ini ia dirayakan 24-31 Mei.