"Mengapa: PEREMPUAN?"


1. Mengapa Perempuan?

“Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar, mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah mereka siapkan. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu, dan setelah masuk, mereka tidak menemukan jenazah Tuhan Yesus." (Lukas 24:1-3).

Di masa-masa paling kritis dari Gereja Perdana, perempuanlah pemilik (a) Inisiatif dan Keberanian: Ketika murid-murid laki-laki takut dan bersembunyi, mereka pergi ke makam untuk melakukan tin

dakan kasih terakhir kepada Tuhan Yesus, mereka (b) penemu pertama kubur kosong: mereka saksi pertama dari kebangkitan,  mereka (c) penerima pesan dari malaikat, dan merekalah (d) penyampai pertama kabar kebangkitan: perempuan adalah penyampai pertama kabar sukacita tentang Kebangkitan.

Dan kita semua tidak mungkin meragukan peran gerakan perempuan dalam Gereja Katolik Indonesia, WKRI adalah ormas Katolik paling luas dan solid dalam Gereja kita.  Sementara di paroki-paroki dan lingkungan kita, kita menjadi saksi peran luar biasa perempuan. Perempuanlah tulang punggung kegiatan, dari katekese anak hingga pelayanan kaum miskin. Mereka adalah penggerak utama berbagai dinamika di paroki, kelompok kategorial, hingga menjadi perekat komunitas. Tanpa mengecilkan peran laki-laki, perempuan seringkali memiliki kepekaan lebih mendalam pada kebutuhan komunitas dan memiliki kemampuan luar biasa mengorganisir kegiatan dan memelihara relasi. Perempuan adalah jantung yang memompa kehidupan di lingkungan dan paroki.


2. Perempuan, Bumi, dan Kehidupan dalam Terang Iman

Ingatlah! Di awal segalanya, Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, sebagai gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27). Keduanya diberi mandat suci untuk menguasai dan memelihara bumi (Kejadian 1:28). Keterkaitan perempuan dan bumi bukan sekadar metafora; secara biologis, perempuan memiliki peran sentral dalam melahirkan dan memelihara kehidupan. Secara simbolis, bumi seringkali dianalogikan sebagai ibu yang memberikan kehidupan dan nutrisi. Perempuan memiliki resonansi yang mendalam dengan kehidupan dan pemeliharaannya.

Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes (art. 60) lantang menyerukan kesetaraan dan partisipasi penuh perempuan dalam kehidupan Gereja. Paus Yohanes Paulus II dalam Mulieris Dignitatem menggarisbawahi kapasitas unik perempuan untuk mencintai, berbelas kasih, dan memelihara – kualitas esensial dalam merawat ciptaan.

Seruan universal menjaga-membela "rumah kita bersama" dari Laudato Si’ juga mengalir deras bagi kaum perempuan. Perempuan dengan kepekaan terhadap siklus kehidupan dan kekhasan visi jangka panjangnya memiliki peran profetik bagi gerakan ini. Ingatlah pesan St. Fransiskus dari Assisi: seluruh ciptaan adalah saudara dan saudari. Perempuan, dengan naluri keibuannya, adalah penjaga alami persaudaraan kosmik ini.


3. Peran Nyata Perempuan untuk Paroki Hijau

Peran perempuan dalam gerakan paroki hijau terwujud di berbagai tingkatan:

a. Level Pribadi:  Mari kita muulai dari diri sendiri! Jadilah agen perubahan di skala mikro: belajarlah tentang krisis lingkungan yang kita hadapi, bangun spiritualiats ekologis, audit gaya hidup pribadi, kembangkan gaya hidup lestari, dan ceritakan itu pada dunia ! Setiap tindakan pribadi adalah benih harapan bagi bumi yang lebih sehat.

b. Level Keluarga: membangun ekologi rumah tangga yang lestari dan harmonis : (a) sadarkan, (b) kembangkan model dan (c) praktikkan, (d) jadikan kebiasaan, (e) ubah ruang fisik dan lingkungan. Mari menyusun bersama "aturan hijau" keluarga, menjaga pola makan, membangun pola asuh, mengembangkan tradisi penggunaan barang, energi, air, dan sumber daya lainnya secara ekologis, melakukan kegiatan alam bersama, membangun linkungan rumah yang hijau, membangun rumah ramah lingkungan. Ajarkan anak-anak cinta dan tanggung jawab pada alam. Ubah rumah menjadi laboratorium hijau: hemat energi dan air, pilih produk ramah lingkungan, jadikan daur ulang kebiasaan yang membanggakan.

c. Level Komunitas Lingkungan: kembangkan lingkungan menjadi komunitas basis Laudato Si.  Jadikan pertemuan umat sarana belajar keprihatinan ekologis dan sekolah gaya hidup baru, dorong umat membangun gaya dan pola hidup Laudato Si (ekologi integral),  dukung keterlibatan umat dalam aksi hijau di kampung dan komunitas mereka. Bantu dan dukung umat yang miskin, lemah, dan terpinggirkan. Ini tugas perutusan kita. 

d. Level Paroki: Gerakkan gelombang hijau bersama. Berkolaborasi dan berinovasi! Bentuk tim aksi hijau paroki yang solid. Gagas program edukasi lingkungan yang menginspirasi. Didik pemimpin-pemimpin umat dengan jiwa Laudato Si ! Biasakan umat dengan budaya ekologis ! Bangun kebun komunitas sebagai simbol harapan. Adakan pasar murah produk lokal yang berkelanjutan. Suarakan advokasi kebijakan lingkungan paroki yang berani dan visioner. Jalin kemitraan dengan komunitas lain untuk amplifikasi dampak.

e. Level Liturgi dan Spiritualitas: Merayakan kehadiran Sang Pencipta dalam Ciptaan Resapi dan hayati! Integrasikan tema-tema lingkungan dalam doa dan ibadat dengan kreatif. Hias gereja dengan elemen alam yang memuliakan. Kembangkan pemahaman spiritualitas ekologis yang mendalam dan transformatif. Sadari bahwa merawat bumi adalah bagian dari iman dan ibadah yang sejati.


4. Prinsip-Prinsip Kita

Untuk mengembangkan peran perempuan dalam gerakan paroki hijau secara efektif, beberapa prinsip perlu kita pegang teguh:

a. Kesetaraan dan Inklusivitas: membangun ruang bagi setiap suara Pastikan setiap perempuan memiliki ruang yang setara untuk berpartisipasi. dan memimpin. Suara dan perspektif mereka tak ternilai harganya.

b. Kolaborasi dan sinergi: kekuatan itu ada dalam kebersamaan. Rangkul kerja sama yang erat dan tulus dengan laki-laki dan seluruh anggota paroki. Gerakan ini adalah paduan harmonik yang membutuhkan kontribusi setiap orang.

c. Pendidikan dan pembentukan: urgensi membangun kesadaran yang mendalam. Perlengkapi diri dan sesama dengan pengetahuan dan pemahaman tentang isu lingkungan dan Laudato Si'. Pendidikan adalah lampu penerang yang akan terus kita bawa untuk menerangi jalan perubahan.

d. Kesaksian dan keteladanan: Kita bisa menjadi inspirasi kalau kita beraksi. Tindakan adalah  ungkapan cinta dan harapan lewat gaya hidup berkelanjutan. Tindakan nyata adalah bahasa yang paling lantang bagi bumi.

e. Keberlanjutan dan jangka panjang: Rencana kita adalah bagaimana mewariskan bumi yang lebih baik. Rancanglah program yang berakar kuat dan berjangka panjang, melampaui generasi saat ini. Inilah warisan kita dan kesaksian atas komitmen kita.


5. Tantangan dan Strategi Mengatasi Hambatan

Ada tantangan yang dihadapi perempuan dalam mengambil peran sentral ini. Keterbatasan waktu akibat peran ganda, kurang percaya diri atau kurang dukungan, stereotip gender yang melekat, juga resistensi terhadap perubahan. Untuk itu ada beberapa strategi pemberdayaan yang bisa kita gunakan :

a. Bangun Kesadaran dan Keyakinan Diri: Adakan pelatihan/workshop untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan dan pengetahuan lingkungan bagi perempuan.

b. Ciptakan Ruang Partisipasi yang Aman dan Mendukung: Memastikan bahwa perempuan merasa didengar, dihargai, dan didukung dalam setiap inisiatif yang mereka ambil.

c. Berikan Pengakuan dan Apresiasi: Rayakan dan publikasikan kontribusi perempuan dalam gerakan paroki hijau untuk meneguhkan diri, sekaligus memberi motivasi dan inspirasi orang lain.

d. Membangun Jaringan Dukungan: Fasilitasi pembentukan kelompok-kelompok perempuan yang memiliki minat yang sama untuk saling mendukung, berbagi pengalaman, dan berkolaborasi.

e. Melibatkan Laki-laki sebagai Sekutu: Mengedukasi dan mengajak laki-laki untuk memahami pentingnya perempuan dalam gerakan dan bekerja sama secara aktif.


6. Syarat-syarat Keberhasilan Kita

Beberapa hal penting perlu diperhatikan agar gerak langkah kita berhasil: 

a. Dukungan Penuh dari Pastor dan Dewan Paroki: Kepemimpinan paroki berperan krusial dalam memberi legitimasi, dukungan sumber daya, dan ruang gerak bagi inisiatif perempuan.

b. Komunikasi yang Efektif: Menyebarkan informasi tentang gerakan paroki hijau dan peran perempuan di dalamnya melalui berbagai saluran komunikasi paroki.

c. Pembelajaran dan Evaluasi Berkelanjutan: Melakukan refleksi dan evaluasi berkala pada program dan inisiatif yang dijalankan untuk mengidentifikasi keberhasilan dan area yang perlu diperbaiki.

d. Fleksibilitas dan Adaptasi: Bersedia menyesuaikan strategi dan program sesuai dengan konteks dan kebutuhan paroki setempat.

e. Menghubungkan dengan Jaringan yang Lebih Luas: Bergabung dengan gerakan-gerakan lingkungan yang lebih besar di tingkat keuskupan atau nasional guna mendapatkan dukungan dan inspirasi.


7. Menyeberangi Batas Gender, Menggerakkan Inisiatif Bersama

Saat perempuan telah menjadi inisiator dan penggerak utama, langkah selanjutnya adalah bagaimana menggerakkan inisiatif agar bisa melintasi batas gender ke laki-laki. Ini penting dilakukan agar isu lingkungan hidup tidak dicap sebagai ‘ranah perempuan’ dan terjungkung di dalamnya. Ini dapat dilakukan melalui beberapa cara:

a. Komunikasi yang Inklusif: Menyampaikan pesan tentang pentingnya gerakan paroki hijau dengan bahasa yang tidak bias gender dan menekankan manfaatnya bagi seluruh komunitas.

b. Melibatkan Laki-laki dalam Perencanaan dan Pelaksanaan: Mengajak laki-laki untuk berpartisipasi aktif sejak awal dalam merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan.

c. Menunjukkan Contoh Positif: Menyoroti peran dan kontribusi laki-laki yang telah terlibat dalam gerakan ini untuk menginspirasi orang lain.

d. Membangun Kepentingan Bersama: Menghubungkan isu lingkungan dengan kepentingan bersama paroki, seperti penghematan biaya operasional gereja melalui penggunaan energi terbarukan atau peningkatan kualitas hidup komunitas melalui lingkungan yang lebih sehat.

e. Menghargai Kontribusi Setiap Orang: Mengakui dan menghargai setiap kontribusi, sekecil apapun, dari semua anggota paroki, tanpa memandang gender.


Perempuan! Inilah saatnya untuk menyalakan api dari dalam paroki! Dengan semangat proaktif, berlandaskan teologi yang kokoh, dan dengan langkah-langkah nyata yang inovatif, kita bangun Gereja yang sungguh-sungguh Laudato Si' !  Laki-laki dan perempuan, kita adalah gelombang hijau yang tak terhentikan! Mari bergerak dari hati ke bumi : mewujudkan paroki hijau yang hidup, menarik, dan menginspirasi demi seluruh ciptaan! 


Fate Chiasso !


Cyprianus Lilik K. P.

Disclamer: Tulisan ini diolah dari berbagai sumber dan bantuan AI

Dari Sejarah Selamat Hari Kartini ! Dua hari khusus yang dipersembahkan kepada perempuan Indonesia telah mengalami pengurangan dan pembelokan-pemiskinan makna yang menyedihkan. Keduanya dirayakan sebagai hari “domestifikasi peran perempuan”. Sementara sejatinya sebagaimana kita lihat dalam Gereja Perdana, perempuan adalah pejuang. Kartini adalah edukator, emansipator, Hari Ibu adalah peringatan perjumpaan gerakan perempuan. Selamat kembali menjadi pejuang, perempuan Indonesia !

Popular Posts