AMORIS LAETITIA


Menjadi Gereja yang mendampingi Keluarga

Amoris Laetitia ("Sukacita Cinta") adalah sebuah Anjuran Apostolik pasca-Sinode yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada 19 Maret 2016, dan secara resmi dirilis pada tanggal 8 April 2016. Dokumen ini merupakan hasil dari proses refleksi dan diskusi mendalam di tengah Gereja Katolik mengenai tema keluarga, yang berpuncak pada dua Sinode Para Uskup tentang keluarga tahun 2014 dan 2015.

Latar belakang Amoris Laetitia terkait erat dengan keprihatinan Paus Fransiskus untuk memberikan jawaban pastoral yang relevan dan penuh belas kasih terhadap realitas keluarga kontemporer. Beliau melihat adanya jarak antara ideal-ideal ajaran Gereja tentang keluarga dan pengalaman konkret yang dihadapi oleh banyak keluarga di seluruh dunia. Perubahan sosial dan budaya yang pesat, meningkatnya angka perceraian, tantangan dalam mendidik anak, serta situasi keluarga "tidak teratur" menjadi perhatian utama.

Paus Fransiskus meyakini perlunya pendekatan pastoral yang lebih mendengarkan, memahami, dan menemani keluarga dalam kompleksitas kehidupan mereka. Beliau ingin Gereja menjadi "rumah bagi semua", terutama bagi mereka yang merasa terluka atau terpinggirkan. Semangat ini mendorong diadakannya dua Sinode tentang keluarga sebagai wadah untuk mendiskusikan isu-isu ini secara terbuka dan mencari solusi pastoral yang tepat.


A. Keprihatinan tentang Keluarga

Fokus pada tema keluarga ini lahir dari keprihatinan yang dihadapi keluarga dan Gereja Universal : 

a. Perubahan Sosial dan Budaya yang Cepat: Modernitas membawa perubahan signifikan dalam pemahaman tentang perkawinan, keluarga, peran gender, dan relasi antar generasi. Sekularisasi, individualisme, dan budaya konsumerisme seringkali memberikan tekanan pada ikatan keluarga.

b. Krisis Keluarga: Banyak keluarga menghadapi tantangan berat seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, kesulitan ekonomi, migrasi, dan kurangnya dukungan sosial. Situasi keluarga "tidak teratur" menjadi perhatian pastoral yang mendesak.

c. Tantangan Pastoral: Gereja bergumul dalam memberikan jawaban pastoral yang relevan dan penuh belas kasih terhadap kompleksitas situasi keluarga modern, sambil tetap setia pada ajaran-ajaran dasarnya.

d. Kurangnya Pemahaman Mendalam tentang Keluarga: Seringkali pemahaman tentang keluarga terbatas pada ideal-ideal normatif, tanpa mempertimbangkan realitas konkret dan beragam yang dialami oleh umat.


B. Dua Sinode tentang Keluarga Sebelum Amoris Laetitia

Dua Sidang Sinode Para Uskup yang secara langsung melatarbelakangi Amoris Laetitia adalah:

1. Sidang umum luar biasa ketiga belas Sinode Para Uskup (2014)

Sinode bertema "Tantangan Pastoral Keluarga dalam Konteks Evangelisasi" berlangsung pada 5-19 Oktober 2014, Vatikan. Sinode luar biasa ini diadakan untuk mengidentifikasi tantangan utama yang dihadapi keluarga di dunia saat ini dan untuk mendefinisikan elemen-elemen yang dianggap mendesak dan penting untuk didiskusikan lebih lanjut dalam Sinode biasa berikutnya.

2. Sidang umum biasa keempat belas Sinode Para Uskup (2015)

Sinode “lanjutan” ini bertema "Yesus Menunjuk pada Ideal Perkawinan dan Keluarga serta Menantang Hati Manusia untuk Menanggapinya dengan Kemurahan Hati dan Belas Kasihan Allah". Berlangsung 4-25 Oktober 2015, di Vatikan. Sinode biasa ini melanjutkan dan memperdalam refleksi yang dimulai pada Sinode luar biasa. Tujuannya untuk mencari pedoman pastoral yang lebih konkret dan efektif dalam menghadapi tantangan keluarga, sambil tetap setia pada ajaran iman Katolik.


C. Susunan Amoris Laetitia

Amoris Laetitia terdiri dari sembilan bab dan sebuah pendahuluan. Struktur ini dirancang secara bertahap untuk membawa pembaca dari refleksi biblis dan sosiologis tentang keluarga, menuju pemahaman teologis tentang perkawinan dan cinta, hingga akhirnya menawarkan perspektif pastoral dan spiritual yang konkret.

a. Pendahuluan (paragraf 1-7): bab ini adalah pengantar. Sukacita cinta yang dialami oleh keluarga juga merupakan sukacita Gereja. Beliau mengakui kompleksitas isu-isu yang dibahas dalam Sinode tentang keluarga dan menekankan perlunya diskusi terbuka dan berkelanjutan.

b. Bab 1: dalam terang sabda (paragraf 8-30): Bab ini merenungkan gambaran keluarga dalam Kitab Suci, mulai dari Kitab Kejadian hingga Injil.

c. Bab 2: realitas dan tantangan keluarga (paragraf 31-57): Bab ini menelaah situasi keluarga di dunia kontemporer dengan segala keragaman dan tantangannya.

d. Bab 3: memandang yesus: panggilan keluarga (paragraf 58-88): Bab ini berfokus pada ajaran Yesus tentang perkawinan dan keluarga, serta bagaimana Gereja memahami panggilan keluarga berdasarkan ajaran tersebut.

e. Bab 4: cinta dalam perkawinan (paragraf 89-164): Bab ini merupakan inti dari Anjuran Apostolik ini, di mana Paus Fransiskus melakukan meditasi mendalam tentang cinta dalam perkawinan berdasarkan Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus (1 Korintus 13:4-7).

f. Bab 5: cinta yang berbuah (paragraf 165-198): Bab ini membahas tentang kesuburan cinta dalam arti yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada kelahiran anak.

g. Bab 6: beberapa perspektif pastoral (paragraf 199-258): Bab ini menawarkan pedoman pastoral yang konkret bagi Gereja dalam mendampingi keluarga-keluarga.

h. Bab 7: menuju pendidikan anak yang lebih baik (paragraf 259-290): Bab ini berfokus pada peran keluarga dalam pendidikan anak-anak.

i. Bab 8: mendampingi, membedakan, dan mengintegrasikan kelemahan (paragraf 291-312): Bab ini membahas secara khusus tentang bagaimana Gereja harus bersikap terhadap orang-orang yang hidup dalam situasi perkawinan yang kompleks, terutama mereka yang bercerai dan menikah lagi secara sipil.

j. Bab 9: spiritualitas perkawinan dan keluarga (paragraf 313-325): Bab penutup ini mengajak keluarga untuk menghayati spiritualitas yang khas, yang berakar dalam cinta kasih timbal balik dan kesucian hidup sehari-hari.


D. Pesan-pesan pokok Amoris Laetitia

a. Tujuan Dokumen ; Mendorong penghargaan atas karunia pernikahan dan keluarga, serta ketekunan dalam cinta yang diperkuat kebajikan (AL 5); mendorong belas kasihan bagi keluarga yang tidak sempurna (AL 5). 

b. Pendekatan Pastoral: Menekankan pendampingan, pemahaman, pengampunan, harapan, dan integrasi dalam kesulitan keluarga (AL 312); umat dalam situasi rumit didorong berbicara dengan pastor/umat awam untuk pencerahan (AL 312); pastor diajak mendengarkan dengan tulus (AL 312). 

c. Situasi Tidak Teratur: Membahas pendekatan Gereja pada mereka yang berpartisipasi tidak sempurna (hidup bersama, nikah sipil, cerai menikah lagi) (AL 78); Gereja berupaya memberi rahmat pertobatan dan mendorong perbuatan baik (AL 78 & 291); stabilitas dalam hubungan tidak teratur dengan kasih sayang dan tanggung jawab dapat menjadi jalan menuju Sakramen Perkawinan (AL 78). 

d. Pendidikan Anak: Keluarga adalah tempat pertama pendidikan nilai, iman, dan cinta (AL 222 & 223); orang tua adalah pendidik iman pertama (AL 200). 

e. Keluarga sebagai Agen Apostolik: Keluarga Kristen adalah agen kerasulan keluarga melalui kesaksian sukacita sebagai "gereja-gereja domestik" (AL 200); penting mengalami Injil keluarga sebagai sukacita (AL 200). 

f. Belas Kasihan: Ditulis dalam konteks Tahun Yubileum Kerahiman, menekankan belas kasihan dalam pastoral keluarga (AL 5 & 291); tidak ada hukuman abadi (AL 297); Gereja harus menyertai yang lemah dengan memulihkan harapan (AL 291). 

g. Perencanaan Keluarga: Harus didasarkan pada dialog suami istri, menghormati waktu dan martabat (AL 222); ajaran Humanae Vitae dan Familiaris Consortio perlu ditegaskan kembali (AL 222); keputusan membutuhkan pembentukan hati nurani (AL 222).


E. Gagasan Dasar Teologis dan Filosofis dari Amoris Laetitia

Amoris Laetitia berakar pada beberapa gagasan teologis dan filosofis penting:

a. Teologi Inkarnasi: Mengambil inspirasi misteri Inkarnasi, Allah sendiri masuk ke dalam sejarah manusia dan mengalami kehidupan keluarga (Keluarga Kudus di Nazaret). Ini menegaskan nilai dan martabat kehidupan keluarga manusia.

b. Teologi Perjanjian: Melihat perkawinan sebagai perjanjian kasih pria dan wanita, yang mencerminkan perjanjian kasih antara Kristus dan Gereja-Nya. Kesetiaan, kesatuan, dan keterbukaan pada kehidupan menjadi ciri khas perjanjian ini.

c. Teologi Belas Kasih: Penekanan pada belas kasih Allah yang tanpa batas menjadi landasan bagi pendekatan pastoral Gereja terhadap keluarga-keluarga yang terluka atau berada dalam situasi sulit. Belas kasih tidak mengabaikan kebenaran, tetapi melampauinya dengan cinta yang menyembuhkan dan memulihkan.

d. Filosofi Personalistis: Menekankan martabat unik setiap individu dan pentingnya relasi antar pribadi yang didasarkan pada kasih dan saling menghormati. Keluarga dipandang sebagai komunitas orang yang saling mengasihi dan mendukung.

e. Prinsip Realisme dan Pragmatisme Pastoral: Mengakui kompleksitas realitas kehidupan keluarga dan mendorong pendekatan pastoral yang konkret, bertahap, dan disesuaikan dengan situasi masing-masing.


F. Konsekuensi dan Dampak bagi Gereja dan Masyarakat

Amoris Laetitia memiliki konsekuensi dan dampak yang signifikan bagi Gereja dan masyarakat:

a. Pembaruan Pastoral: Mendorong Gereja untuk mengadopsi pendekatan pastoral yang lebih inklusif, penuh belas kasih, dan berorientasi pada pendampingan keluarga dalam segala situasi.

b. Perubahan dalam Praktik Sakramental: Membuka untuk diskernmen lebih mendalam terkait akses sakramen bagi umat dalam situasi perkawinan yang kompleks, meskipun ini masih menjadi perdebatan dan interpretasi beragam.

c. Peneguhan Peran Keluarga dalam Evangelisasi: Mengakui keluarga sebagai agen aktif dalam pewartaan Injil melalui kesaksian hidup dan keterlibatan dalam komunitas.

d. Kontribusi pada Diskursus Sosial: Menawarkan visi tentang keluarga sebagai fondasi masyarakat yang adil dan manusiawi, menekankan pentingnya dukungan sosial dan kebijakan publik yang pro-keluarga.

e. Peningkatan Kesadaran tentang Pendidikan Nilai: Mendorong keluarga untuk mengambil peran utama dalam mendidik anak-anak tentang nilai-nilai etika, sosial, dan spiritual yang penting bagi kehidupan bersama yang harmonis.

f. Dialog Ekumenis dan Antaragama: Ajaran tentang keluarga dalam Amoris Laetitia, yang menekankan kasih dan relasi bermakna, dapat menjadi titik temu dalam dialog dengan tradisi keagamaan dan pandangan dunia lainnya.


Keluarga bukan hanya unit terkecil masyarakat, tetapi sekolah pertama dan utama tempat keadilan dan kasih dipelajari dan dihayati. Dalam relasi keluarga yang sehat ada benih keadilan sejati. Anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kasih, akan belajar memperlakukan orang lain dengan hormat, membela yang lemah, dan membangun solidaritas. Keluarga adalah laboratorium keadilan dan kasih, tempat nilai-nilai Injil dihidupi secara nyata dan menggerakkan dunia. Fate Chiasso !


Cyprianus Lilik K. P. senandungkopihutan@gmail.com

Disclamer: Tulisan ini diolah dari berbagai sumber dan bantuan AI

Dari Sejarah

Hari Spesies Terancam Punah dicetuskan oleh Senat AS tahun 2006, 11 Mei menjadi “Hari Spesies Terancam Punah” pertama guna mendorong “masyarakat Amerika Serikat agar lebih terdidik tentang, dan menyadari, ancaman terhadap spesies, kisah sukses dalam pemulihan spesies, dan peluang untuk mempromosikan konservasi spesies di seluruh dunia.” Perayaan ini menyebar dan diperingati di seluruh dunia. 

Hari Cahaya Internasional mulai dirayakan 2018 dari penetapan UNESCO pada Konferensi Umum ke-39 Paris tahun 2017, untuk memperingati keberhasilan operasi laser pertama oleh fisikawan Theodore Maiman, 16 Mei 1960. Untuk tahun 2025, UNESCO menyerukan memperkuat kerja sama ilmiah dan memanfaatkan potensi cahaya untuk mendorong perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.

Popular Posts