11 Tokoh di Balik Kemerdekaan dan Dasar Negara Indonesia: Ir.SOEKARNO
Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir:
Koesno Sosrodihardjo) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada
periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa
Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia
(bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya. Sukarno lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada
umur 69 tahun.
Dr. Ir.
Soekarno terlahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo, Namun karena ia sering
sakit maka ketika berumur lima tahun oleh ayahnya di ganti menjadi Soekarno.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo (guru Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, beragama Islam) dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai (keturunan bangsawan dari Bali, beragama Hindu). Sukarno memiliki kakak yang bernama Sukarmini. Mas kecil Soekarno dihabiskan bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo (guru Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, beragama Islam) dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai (keturunan bangsawan dari Bali, beragama Hindu). Sukarno memiliki kakak yang bernama Sukarmini. Mas kecil Soekarno dihabiskan bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Pendidikan
Ia
bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya
memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.
Pada bulan Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Haji Agus Salim, dan Abdul Muis, Alimin, Musso, Dharsono. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. Pada bulan Juli 1921 beliauTamat HBS Soerabaja , bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipi, dia pernah meninggalkan kuliah selama dua bulan tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
Pada bulan Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Haji Agus Salim, dan Abdul Muis, Alimin, Musso, Dharsono. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. Pada bulan Juli 1921 beliauTamat HBS Soerabaja , bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipi, dia pernah meninggalkan kuliah selama dua bulan tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
Pada tahun
1926 Ir. Sukarno mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak
mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga
merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural
Semasa
menjabat menjadi presiden, banyak sekali seni bangunan berasitektur menawan
yang inspirasinya beliau dapatkan dari kunjungannya ke berbagai negara
dibelahan dunia, bangunan yang terinspirasi tersebut beliau wujudkan pada
beberapa bangunan yang ada dijakarta, selain itu beliaupun membidik Jakarta
untuk menjadi wajah Indonesia yang ketika itu sedang bayak diadakannya
pertemuan bersekala internasional. Beberapa desain arsitektural yang dibuat
melalui sayembara, diantaranya yaitu: Masjid Istiqlal 1951, Monumen Nasional
1960, Gedung Conefo, Gedung Sarinah, Wisma Nusantara, Hotel Indonesia 1962,
Tugu Selamat Datang, Monumen Pembebasan Irian Barat, Patung Dirgantara. Pada
tahun 1955 Ir. Sukarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang
arsitek, Sukarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada
pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua
jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan
renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk
pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur
dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf.
Masa
pergerakan nasional
Soekarno
untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java
cabang Surabaya pada tahun 1915. Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan
sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa
Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda. Karena terinspirasi oleh
Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo, Pada tahun 1926 Soekarno mendirikan Algemene Studie
Club di Bandung yang merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang
didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap
Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke
Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan
ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal
"Indonesia Menggugat" (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada
tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai
Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali
ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara
seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam
bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke
Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.
Masa
penjajahan Jepang
Tokoh tokoh
seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif dalam berbagai organisasi seperti Jawa
Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI. Dan akhirnya
tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah
tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya. Presiden Soekarno aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan
dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Masa Perang
Revolusi
Setelah
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia
Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari
sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pada tanggal 16 Agustus 1945
terjadilah peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh
para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta
Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana,
Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta
segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia
terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan
pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan
alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang
berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik
Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan
bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya
wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada
tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945
KNPI mengukuhkan pengangkatan presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap. Pada saat kedatangan Sekutu
(AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya
mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan
dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis
di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda)
yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November
1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby. Presiden
Soekarno sempat memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke
Yogyakarta, Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Diikuti wakil
presiden dan pejabat tinggi negara lainnya. Kedudukan Presiden Soekarno menurut
UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan
berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis. Kedudukan Presiden
Soekarno tetap paling penting Meski sistem pemerintahan berubah pada saat
revolusi kemerdekaan, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta
saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.
Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin
Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia
internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta
adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat
menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa
kemerdekaan
Presiden
Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS Setelah Pengakuan
Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan).
Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr
Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI
Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai
pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya
kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada
kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung"
membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan
menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut
turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada
jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara. Pada tahun 1955 Peresiden Soekarno mengambil inisiatif
untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila.
Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Bersama Presiden Josip Broz Tito
(Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu,
(Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang
membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan
masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini
pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila
ingat atau mengenal akan Indonesia. Guna menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai
negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita
Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro
(Kuba), Mao Tse Tung (RRC). Setelah peristiwa yang dikenal dengan sebutan
Gerakan 30 September atau G30S pada 1965 Situasi politik Indonesia menjadi
tidak menentu. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan
kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia)
melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang
salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme,
Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian
melemahkan posisinya dalam politik. Surat Perintah Sebelas Maret keluar lima
bulan kemudian, yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan
yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.
Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi
Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP
No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966
yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk
setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan. Soekarno kemudian
membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S
pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan
dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi
pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh
Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari
tahun yang sama. Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani
Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan
ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala
pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun
mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi
dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.
Sakit hingga
meninggal
Sejak bulan
Agustus 1965 kesehatan Soekarno sudah mulai menurun. Sebelumnya, ia telah
dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina,
Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5
tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai
tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso
yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin
terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan
anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike
medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil
Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati. Komunike medis tersebut
menyatakan hal sebagai berikut: Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30
keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur
menurun. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak
sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia. Tim dokter
secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat
meninggalnya. Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di
Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota
Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan
lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari
setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam
ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal
M. Panggabean sebagai inspektur upacara.
Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Penghargaan
Semasa
hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas
di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar
kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September
1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2
Februari 1963), Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri
Jakarta (2 Desember 1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan
Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara itu, Columbia University
(Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan
Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang
menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa. Pada bulan April
2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan
dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo
yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya
dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan
solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah
menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan
membebaskan diri dari apartheid, Acara penyerahan penghargaan tersebut
dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri
oleh Megawati Soekarnoputri yang
mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.***
(Sumber: Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
MORE than HEALTHY, if you want..check it out https://seller.galaxurpendant.com/sanusi/