HIKAYAT: Abu Nawas “Panah Pembawa Rezeki”
Abu
Nawas memang cerdik, msekipun tak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan titah
sang raja, namun dia selalu berhasil melaksanakan tugasnya. Dan hadiah selalu
menanti, sungguh rezeki yang tak disangka.
Suatu
ketika Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk makan bersama. Maka
berangkatlah para pengawal kerajaan untuk menjemput Abu Nawas di rumahnya. Tak
berapa lama kemudian Abu Nawas telah sampai di istana dengan pakaian sederhana
saja.
Abu
Nawas langsung diajak berbincang di sebuah pendapa dengan berbagai jamuan
makanan lengkap dengan minuman yang segar.
Melihat
begitu banyaknya makanan, Abu Nawas pun sangat lahap menyantap makanan yang
dihidangkan kepadanya. Sementara itu, raja masih meneruskan perbincangannya
dengan Abu Nawas tentang kekuasaannya.
Raja
Harun bercerita kepada Abu Nawas terkait dengan luasnya wilayah yang telah
dipimpinnya. Namun Abu Nawas nampak tidak menggubris malah dia sibuk dengan
makanan yang tersaji di hadapannya.
Tak
Lama kemudian, raja mulai melontarkan berbagai pertanyaan kepada Abu Nawas.
"Hai
Abu Nawas, kalau setiap benda ada harganya, berapakah harga diriku ini?"
tanya raja.
Abu
Nawas yang masih dalam kondisi kekenyangan setelah makan makan, menjawab
sekenanya tanpa berpikir panjang.
"Hamba
kira, mungkin sekitar 100 dinar saja Paduka," jawab Abu Nawas.
"Terlalu
sekali engkau Abu Nawas, harga sabukku saja 100 dinar," bentak raja.
"Tepat
sekali Paduka, memang yang saya nilai dari diri Paduka hanya sebatas sabuk itu
saja," ujar Abu Nawas.
Karena
merasa tak ingin dipermalukan oleh Abu Nawas karena kecerdikannya, kali ini
raja tidak mau lagi mengambil resiko dengan beradu pendapat lagi.
Oleh
karena itu, Abu Nawas diajak menuju ke tengah-tengah prajuritnya yang merupakan
ahli beladiri dan ketangkasan.
"Ayo
Abu Nawas, di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuan memanahmu.
Panahlah sekali ini saja, kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah akan
menantimu. Tapi kalau gagal, engkau akan aku penjara," kata raja.
Abu
Nawas pun bergegas mengambil busur dan anak panah. Dengan memantapkan hati, Abu
Nawas membidik sasaran dan mulai memanah. Namun panahnya meleset dari sasaran.
"Dari
pengamatan saya, ini adalah gaya memanah para makelar tanah," ujar Abu
Nawas untuk menutupi kelemahannya.
Sesaat
kemudian, Abu Nawas mencabut sebuah anak panah lagi dan membidik sasaran.
Lagi-lagi anak panah yang dibidikkan itu melesat terlalu jauh dari sasaran.
"Kalau
yang ini Paduka, ini gaya Juragan Buah kalau sedang memanah," sahut Abu
Nawas untuk menutupi kelemahannya yang kedua.
Untuk
yang ketiga kalinya, Abu Nawas kembali mencabut anak panah dan mulai
membidiknya. Namu kali ini kebetulan anak panah yang dibidikkan tersebut
mengenai sasaran.
"Nah
yang ini Paduka, ini baru gaya Abu Nawas kalau sedang memanah, saya pun
menunggu hadiah yang Paduka janjikan," kata Abu Nawas dengan gembira.
Dengan
tak bisa menyembunyikan tawanya, Paduka Raja lantas memberikan hadiah kepada
Abu Nawas. Dengan kecerdikannya bermain kata-kata yang masuk logika akhirnya
Abu Nawas mendapat hadiah, dia pun langsung mohon diri karena tak sabar untuk
memberikan hadiah itu kepada istrinya.***