HIKAYAT: Abu Nawas “Bisnis Terlarang”
Setiap
orang di negeri Irak mulai dari anak-anak hingga dewasa mengenal si Abu Nawas.
Seperti
kali ini, seisi desa merasa keheranan karena Abu Nawas tampak setiap minggunya
melakukan perjalanan dari desanya ke desa tetangga yang sudah masuk dalam
wilayah kerajaan negara lain.
Kali
ini, seperti biasanya awal minggu pada suatu bulan, dini hari si Abu Nawas
sudah keluar dari rumahnya yang dapat dikatakan sangat sederhana.
Di
samping rumah sederhana tersebut terdapat kandang kuda yang penghuninya kerap
kali berganti.
Seperti
dini hari itu, Abu Nawas bersiap melakukan perjalanan menuju desa tetangganya
sembari menunggang kuda.
Keesokan
harinya biasanya ia akan pulang ke desanya di negeri Irak tersebut sambil
membawa banyak barang.
Karuan
saja kebiasaan ini menimbulkan pertanyaan bagi Pak Hamid, tetangganya.
Sehingga
sore itu ketika Abu Nawas pulang dari perjalanan tak urung ditanyakanlah
perihal perniagaannya yang membuat warga sekampung bingung.
"Hai
Abu Nawas, kemanakah engkau beberapa waktu ini, kalau memang engkau memiliki
perniagaan yang baik, tolonglah kau ajak kami," ungkap Pak Hamid.
"Ada
saja Pak, dan kukira tak akan ada yang mau berniaga sepertiku," jawab Abu
Nawas.
Bulan
berganti bulan, akhirnya Abu Nawas diduga telah melakukan bisnis yang dilarang.
Bulan
berikutnya kembali Abu Nawas berniat melakukan perniagaannya dan dia harus
melalui pintu perbatasan.
Si
Fulan, petugas penjaga pintu perbatasan memeriksa seluruh barang bawaannya.
Namun
tidak ada satupun barang yang mencurigakan.
Hanya
ada bekal dan beberapa keping uang.
Keesokan
harinya kembali si FUlan berjumpa Abu Nawas di perbatasan, kali ini Abu Nawas
membawa banyak barang yang semua lengkap dengan dokumen yang diperlukan.
Si
Fulan tidak dapat membuktikan perihal dugaan bisnis terlarang Abu Nawas.
Bahkan
karena seringnya perjumpaan tersebut, hubungan keduanya menjadi akrab sampai
akhirnya si Fulan dipindahkan dari tempat kerjanya.
Suatu
waktu bertemulah 2 orang yang telah lama tidak jumpa di suatu kesempatan yang
tidak terduga.
Si
Fulan bukan lagi seorang penjaga pintu perbatasan dan dirinya sudah lama
pensiun dari pekerjaan itu.
Abu
Nawas pun sekarang sudah dikenal sebagai saudagar dermawan yang berhasil.
Pertemuan
itu dilanjutkan dengan jamuan makan oleh Abu Nawas.
Dalam
kesempatan tersebut masing-masing bercerita tentang pengalaman yang telah
mereka hadapi selama lebih kurang 20 tahun tak bertemu.
"Usaha
apa yang engkau lakukan di masa itu saudaraku, karena aku mengetahui kau tidak
membawa cukup uang.
Tetapi
ketika pulang tak hanya keperluan makan, tetapi juga barang lainnya kau bawa
setelah pulang dari perniagaan yang tak sampai sehari semalam kau
lakukan," tanya si Fulan.
Karena
mendengar hal itu, tertawalah Abu Nawas mengingat kebiasaan masa mudanya.
"Sebenarnya
sangat mudah saudaraku untuk mencari bukti dan tak perlu harus memeriksa semua
barang bawaanku.
Seperti
engkau ketahui bahwa aku senantiasa pergi dengan mengendarai kuda, tetapi
ketika pulang aku hanya berjalan kaki dan di situlah usahaku," jawab Abu
Nawas.
Mendengar
penjelasan itu mengertilah si Fulan, yakni di masa itu Abu Nawas menjual
kuda-kudanya di negeri tetangga dan pulangnya ia tukarkan dengan barang
lainnya.***