WANI NGALAH LUHUR WEKASANE
Pepatah Jawa ini secara
harfiah berarti berani mengalah akan mulia di kemudian hari.
Orang boleh saja
mencemooh pepatah yang sekilas memperlihatkan makna tidak mau berkompetisi,
pasrah, penakut, lemah, dan sebagainya. Namun bukan itu sesungguhnya yang
dimaksudkan. Wani ngalah sesungguhnya dimaksudkan agar setiap terjadi persoalan
yang menegangkan orang berani mengendorkan syarafnya sendiri atau bahkan undur
diri. Lebih-lebih jika persoalan itu tidak berkenaan dengan persoalan yang
sangat penting.
Pada persoalan yang
sangat penting pun jika orang berani mengalah (sekalipun ia jelas-jelas berada
pada posisi benar dan jujur), kelak di kemudian hari ia akan memperoleh
kemuliaan itu. Bagaimana kok bisa begitu ? Ya, karena jika orang sudah
mengetahui semua seluk beluk, putih-hitam, jahat-mulia, culas-jujur, maka orang
akan dapat menilai siapa sesunggunya yang mulia itu dan siapa pula yang tercela
itu. Orang akan dapat menilai, menimbang: mana loyang, mana emas.
Memang, tidak mudah bahkan teramat sulit dan nyaris mustahil untuk
bersikap wani ngalah itu. Lebih-lebih di zaman yang semuanya diukur serba uang,
serba material, hedonis, dan wadag semata seperti zaman ini. Namun jika kita
berani memulai dari diri sendiri untuk bersikap seperti itu, dapat dipastikan
kita akan beroleh kemuliaan di kemudian hari sekalipun sungguh-sungguh kita
tidak mengharapkannya, karena kemuliaan itu sendiri tidak bisa diburu-buru atau
diincar-incar seperti orang berburu burung. Kemuliaan didapatkan dengan laku
serta keikhlasan. Jika kita mengharap-harapkannya, maka semuanya justru akan
musnah. Kemuliaan itu sekalipun berasal dari diri kita sendiri namun orang lain
lah yang menilainya. Bukan kita. Kita tidak pernah tahu apakah kita ini mulia
atau tidak. Orang lain lah yang bisa menilai itu atas diri kita.***