TUNGGAK JARAK MRAJAK TUNGGAK JATI MATI
Pepatah Jawa ini secara
harfiah berarti tunggak (pohon) jarak menjadi banyak tunggak jati mati. Mrajak
dalam khasanah bahasa Jawa dapat diartikan sebagai berkembang biak. Dalam
realitasnya pohon jarak memang akan bertunas kembali meskipun batangnya
dipatahkan. Sedangkan tanaman jati bila dipotong batangnya biasanya akan mati.
Jikalau tumbuh tunas baru, biasanya tunas baru ini tidak akan tumbuh sesempurna
batang induknya.
Pepatah ini ingin
menggambarkan tentang keadaan orang dari kalangan kebanyakan yang bisa
berkembang (mrajak) dan sebaliknya, orang dari kalangan/trah
bangsawan/berkedudukan tinggi yang tidak punya generasi penerus (mati). Keadaan
semacam ini kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ada begitu banyak orang
yang memiliki kedudukan tinggi, namun ia berasal dari kalangan rakyat biasa.
Artinya, orang tuanya adalah orang biasa-biasa saja. Tidak kaya, tiak
berpangkat, dan tidak memiliki garis keturunan bangsawan (jati).
Sebaliknya pula banyak
anak-anak atau keturunan orang-orang besar/berkedudukan/berdarah bangsawan yang
keturunannya tidak mengikuti atau tidak bisa meniru atau melebihi kedudukan
leluhurnya.***