TIMUN WUNGKUK JAGA IMBUH
Pepatah Jawa di atas
secara harfiah berarti timun bongkok jaga (untuk) tambahan. Timun bongkok atau
timun wungkuk adalah mentimun yang memiliki bentuk tidak atau kurang sempurna.
Bentuknya tidak lurus memanjang, tetapi melengkung. Bahkan timun wungkuk ada
yang bentuknya nyaris melingkar. Jenis timun semacam ini kurang diminati
konsumen. Kecuali rasanya kurang enak, bentuknya juga tidak menarik.
Timun-timun wungkuk umumnya dijual sebagai tambahan saja.
Tambahan yang dimaksud
adalah apabila timbangan untuk pembelian mentimun yang baik/normal kurang
beberapa gram, maka timun wungkuk inilah akan ditambahkan. Kadang penambahan
ini dilakukan berlebih dari timbangan yang seharusnya. Dengan demikian pembeli
merasa diuntungkan. Kadang-kadang sekalipun timbangan sudah pas timun wungkuk
juga disertakan/diberikan kepada pembeli. Dengan demikian akan terkesan bahwa
penjualnya murah hati.
Pepatah ini sebenarnya
ingin mengajarkan tentang sosok seseorang yang kehadirannya pada sebuah
komunitas atau kegiatan tertentu tidaklah dianggap terlalu penting oleh dirinya
sendiri. Ia menganggap dirinya hanya seperti timun wungkuk. Ia baru berguna
jika di tempat itu sudah tidak ada orang lain lagi yang bisa berfungsi.
Kesadaran semacam ini dalam kacamata Jawa sering dianggap sebagai bentuk
merendahkan diri dengan menyatakan diri bahwa dirinya tidak lebih hebat
daripada orang lain. Dirinya hanyalah timun wungkuk yang hanya bisa digunakan
untuk jaga imbuh (saja).
Meskipun tidak tepat
benar pepatah ini dalam skala tertentu agak mirip maksudnya dengan tidak ada
rotan akar pun jadi.***