SASMITA NARENDRA
Dalam rangkaian ungkapan
atau peribahasa Jawa yang berbunyi dhupak bujang, esem bupati, dan sasmita
narendra, semu narendra merupakan ungkapan yang terletak pada urutan terakhir
atau tertinggi.
Semu narendra secara
harfiah dapat diartikan sebagai isyarat raja. Secara luas pepatah ini ingin
menggambarkan tentang cara mengkritik atau memberikan masukan kepada seorang
raja atau pimpinan tertinggi tidak bisa dilakukan dengan kata-kata atau kalimat
terbuka atau senyuman belaka. Akan tetapi dengan simbol-simbol yang sangat
halus yang penuh dengan makna konotatif yang harus bisa dibaca oleh sang raja
atau pemimpin tertinggi sebuah negara atau wilayah. Untuk itulah seorang raja
dituntut untut ekstra peka membaca simbol-simbol, perlambang-perlambang, atau
isyarat-isyarat yang muncul di tengah masyarakat yang dipimpinnya.
Ambil contoh misalnya,
di tengah masyarakat muncul peribahasa atau rerasan kali ilang kedhunge, pasar
ilang kumandhange, wanita ilang wirange yang berarti sungai hilang kedung-nya,
pasar hilang gaungnya, wanita hilang rasa malunya.
Arti dan tendensi
ungkapan ini harus bisa ditangkap raja. Sungai yang hilang kedung atau
bagian-bagian palung atau dalamnya adalah sungai yang telah banyak mengalami
pendangkalan oleh karena proses erosi, pelimpahan limbah padat, dan sebagainya.
Proses yang tali-temali ini sebenarnya merupakan peringatan dini bahwa alam
atau lingkungan telah mengalami kerusakan atau ketidakseimbangan ekosistem.
Pasar hilang gaungnya
juga merupakan pertanda bahwa gema orang bercakap-cakap di pasar tidak bisa
lagi terdengar dalam jarak yan relatif jauh. Hal itu menjadi petunjuk bahwa
pemukiman di sekitar pasar telah terlalu padat sehingga gema pembicaraan antar
orang tidak bisa didengarkan lagi.
Ungkapan wanita hilang
rasa malunya juga menjadi petunjuk bahwa wanita di negara itu merasa kurang
atau tidak perlu lagi terlalu menjaga kehormatannya. Itu artinya kewibawaan
masyarakat atau negara juga mengalami kemerosotan. Raja atau pemimpin yang peka
bisa menangkap hal-hal yang demikian untuk kemudian dapat melakukan perbaikan
atau pembenahan demi kemakmuran, keamanan, harga diri, dan kebaikan seluruh
rakyat dan bangsa yang dipimpinnya.***