ESEM BUPATI
Esem bupati secara
harfiah berarti senyum bupati.
Pepatah Jawa ini secara
lebih luas ingin menggambarkan bahwa orang sekelas bupati cara mengkritiknya
cukup hanya dengan di-esemi atau diberi senyuman. Oleh karena itu, orang
sekelas bupati harus tanggap terhadap senyuman rakyat atau kawula yang
dipimpinnya. Esem atau senyuman bisa bermakna bermacam-macam. Esem dalam
masyarakat Jawa bisa berarti simpati atau menyatakan rasa senang. Akan tetapi esem
dalam masyarakat Jawa juga bisa diartikan sebagai ejekan, cemoohan, penghinaan,
ketidakpercayaan, suruhan, kekecewaan, permohonan, bahkan ketidakpedulian
(apatis).
Apabila orang sekelas bupati tidak mengerti akan makna esem dari
rakyatnya, boleh jadi rakyat yang dipimpinnya akan kacau. Untuk itulah
masyarakat Jawa menekankan pada kepekaan ”membaca” apa yang berada di balik
sesuatu yang tampak. Sebab masyarakat Jawa memang cenderung sungkan
menyampaikan sesuatu secara langsung dan terbuka. Penyampaian sesuatu khususnya
kritikan atau ralat terhadap pimpinan secara terbuka sering dianggap sebagai
tidak sopan, kurang ajar, atau murang tata, bahkan dianggap sebagai mbalela.***
Baca juga GAJAH ALING-ALINGAN TEKI